Laku Prihatin dan Tirakat
Kebatinan
adalah sesuatu yang dirasakan manusia pada batin yang paling dalam, dan terjadi
pada siapa saja, termasuk pada orang-orang yang sangat tekun dan murni dalam
agamanya, karena setiap agama pun mengajarkan juga tentang apa yang dirasakan
hati dan batin, mengajarkan untuk selalu membersihkan hati, bagaimana harus
berpikir dan bersikap, dsb. Dalam masing-masing firman dan sabda
terkandung makna kebatinan yang harus dihayati dan diamalkan oleh para
penganutnya. Bahkan panggilan yang dirasakan seseorang untuk beribadah,
itu juga batin. Dan di dalam batin tersimpan sebuah kekuatan yang besar jika
dilatih dan diolah. Kekuatan batin menjadi kekuatan hati dalam menjalani hidup
dan memperkuat keimanan seseorang.
Ajaran kebatinan kejawen pada dasarnya adalah pemahaman dan
penghayatan kepercayaan orang Jawa terhadap Tuhan. Kejawen atau Kejawaan
(ke-jawi-an) dalam pandangan umum berisi kesenian, budaya, tradisi, ritual,
sikap serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen mencerminkan spiritualitas orang
Jawa. Ajaran kejawen tidak terpaku pada aturan yang formal seperti dalam agama,
tetapi menekankan pada konsep “keseimbangan dan keharmonisan hidup”.
Kebatinan Jawa merupakan tradisi dan warisan budaya leluhur sejak jaman
kerajaan purba, jauh sebelum hadirnya agama-agama di pulau Jawa, yang pada
prakteknya, selain berisi ajaran-ajaran budi pekerti, juga diwarnai
ritual-ritual kepercayaan dan ritual-ritual yang berbau mistik.
Secara kebatinan dan spiritual dipahami bahwa kehidupan
manusia di alam ini hanyalah sementara saja, yang pada akhirnya nanti semua
orang akan kembali lagi kepada Sang Pencipta. Manusia, bila hanya sendiri,
adalah bukan apa-apa, bukan siapa-siapa, lemah dan fana. Karena itulah manusia
harus bersandar kepada kekuatan dan kekuasaan yang lebih tinggi (roh-roh dan
Tuhan), dan beradaptasi dengan lingkungan alam dan memeliharanya, bukan
melawannya, apalagi merusaknya. Lebih baik untuk menjaga sikap dan tidak
membuat masalah. Memiliki sedikit lebih baik, daripada berambisi mencari
‘lebih’. Dengan demikian idealisme kebatinan jawa menuntun manusia pada
sikap menerima, sabar, rendah hati, sikap tahu diri, kesederhanaan, suka
menolong, tidak serakah, tidak berfoya-foya / berhura-hura, dsb. Idealisme
inilah yang menjadikan manusia hidup tenteram dan penuh rasa syukur kepada
Tuhan.
Mereka terbiasa hidup sederhana dan apapun yang mereka
miliki akan mereka syukuri sebagai karunia Allah.
Mereka percaya adanya 'berkah' dari roh-roh, alam dan Tuhan,
dan kehidupan mereka akan lebih baik bila mereka 'keberkahan'. Karena itu
dalam budaya Jawa dikenal adanya upaya untuk selalu menjaga perilaku,
kebersihan hati dan batin dan ditambah dengan laku prihatin dan tirakat supaya
hidup mereka diberkahi. Mereka tekun menjalankan “laku” untuk pencerahan cipta,
rasa, budi dan karsa.
Laku adalah usaha / upaya.
Prihatin adalah sikap menahan diri, menjauhi perilaku
bersenang-senang enak-enakan.
Tirakat adalah usaha-usaha tertentu sebagai tambahan, untuk
terkabulnya suatu keinginan.
Hakekat dan tujuan dari laku prihatin dan tirakat adalah
usaha manusia untuk menjaga jalan kehidupannya supaya selalu selaras dengan
ajaran budi pekerti dan kesusilaan, tidak terlena dalam kenikmatan keduniawian,
dan untuk menjaga agar kehidupan manusia selalu 'keberkahan', selamat dan
sejahtera dalam lindungan Tuhan, agar dihindarkan dari kesulitan-kesulitan dan
terkabul keinginan-keinginannya. Proses laku mendorong dan mengarahkan perilaku
seseorang agar selalu bersikap positif dan menjauhi hal-hal yang bersifat
negatif dan tidak bijaksana, demi menjaga keharmonisan hidup dan untuk
tercapainya tujuan hidup.
Di luar semua bentuk laku prihatin yang kelihatan mata
dijalani oleh manusia, ada laku lain yang sifatnya sangat mendasar, yaitu puasa
hati dan batin, senantiasa menjaga sikap hati dan batin, yang dalam
kesehariannya dilakukan tanpa kelihatan bentuk lakunya.
Laku prihatin yang biasa dilakukan pada dasarnya adalah :
1. Membersihkan hati dan batin dan membentuk
hati yang tulus dan iklas.
2. Hidup sederhana dan tidak tamak, selalu
bersyukur atas apa yang dimiliki.
3. Mengurangi makan dan tidur.
4. Tidak melulu mengejar kesenangan hidup.
5. Menjaga sikap eling lan waspada.
Di dalam tradisi spiritual kejawen, seorang penghayat
kejawen biasa melakukan puasa dan laku prihatin dengan hitungan hari tertentu,
biasanya disesuaikan dengan kalender jawa, misalnya puasa senin-kamis, wetonan,
selasa kliwon, jum'at kliwon, dsb.
Puasa tersebut dimaksudkan untuk menjadikan hidup mereka
lebih 'bersih' dan keberkahan, sekaligus juga bersifat kebatinan, yaitu untuk
memelihara kepekaan batin dan memperkuat hubungan mereka dengan saudara kembar
gaib mereka yang biasa disebut 'Sedulur Papat', sehingga puasa itu juga untuk
memelihara 'berkah' indera keenam seperti peka firasat, peka
terhadap petunjuk gaib / pertanda, peka tanda-tanda alam, dsb.
Laku prihatin pada prinsipnya adalah
perbuatan sengaja untuk menahan diri terhadap kesenangan-kesenangan,
keinginan-keinginan dan nafsu / hasrat yang tidak baik dan tidak bijaksana
dalam kehidupan. Laku prihatin juga dimaksudkan sebagai upaya menggembleng diri
untuk mendapatkan 'ketahanan' jiwa dan raga dalam menghadapi
gelombang-gelombang dan kesulitan hidup. Orang yang tidak biasa laku prihatin,
tidak biasa menahan diri, akan merasakan beratnya menjalani laku
prihatin.
Laku prihatin dapat dilihat dari sikap seseorang yang
menjalani hidup ini secara tidak berlebih-lebihan. Idealnya, hidup ini dijalani
secara proporsional, selaras dengan apa yang benar-benar menjadi kebutuhan
hidup, dan tidak melebihi batas nilai kepantasan atau kewajaran (tidak
berlebihan dan tidak pamer). Walaupun kepemilikan kebendaan seringkali dianggap
sebagai ukuran kualitas dan keberhasilan hidup seseorang, dan sekalipun
seseorang sudah jaya dan berkecukupan, laku prihatin dapat dilihat dari
sikapnya yang menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, tidak
pantas, tidak bijaksana, dan menahan diri dari perilaku konsumtif berlebihan.
Menjalani laku prihatin juga tidak sama dengan terpaksa menahan diri karena
hidup yang serba kekurangan.
Laku prihatin melandasi perbuatan yang bermoral.
Prihatinnya Orang Miskin Harta.
Walaupun seseorang kekurangan harta, tetapi dia tidak
mengisi hidupnya dengan kesedihan, rasa iri dan dengki dan tidak mengejar
kekayaan dengan cara tercela. Tetap hidup sederhana sesuai kebutuhannya dan
tidak menginginkan sesuatu yang bukan miliknya. Walaupun tidak dapat memenuhi
keinginan kebendaan duniawi secara berlebihan, tetapi tetap menjalani hidup
dengan rasa menerima dan bersyukur. Dan sekalipun menolong dan membantu orang
lain, tetapi dilakukan tanpa pilih kasih dan tanpa pamrih kebendaan, dengan
demikian hidupnya juga memberkahi orang lain.
Filosofinya : makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan
(hewan). Urip iku mung mampir ngumbe thok.
Hidup seperlunya saja sesuai kebutuhan, bukannya mengejar / menumpuk harta atau apapun juga yang nantinya toh tidak akan dibawa mati ke dalam kubur.
Hidup seperlunya saja sesuai kebutuhan, bukannya mengejar / menumpuk harta atau apapun juga yang nantinya toh tidak akan dibawa mati ke dalam kubur.
Sekalipun mereka miskin harta, tetapi kaya di hati, sugih
tanpa bandha. Berbeda dengan orang yang berjiwa miskin, yang sekalipun
sudah berkecukupan harta, tetapi selalu merasa takut miskin, dan akan melakukan
apa saja, termasuk perbuatan yang tercela, untuk terus menambah
kekayaannya.
Prihatinnya Orang Kaya Harta.
Walaupun seseorang berlebihan harta, tetapi tidak mengisi
hidupnya dengan kesombongan dan hidup bermewah-mewahan. Tetap hidup sederhana
sesuai kebutuhannya dan tidak memenuhi segala keinginan melebihi apa yang
menjadi kebutuhan.
Seseorang yang kaya berlimpah harta, memiliki banyak benda
yang bagus dan mahal harganya dan melakukan pengeluaran yang "lebih"
untuk ukuran orang biasa, bukan selalu berarti tidak menjalani laku prihatin.
Namun hidup yang bermewah-mewahan sama saja dengan hidup berlebih-lebihan
(melebihi apa yang menjadi kebutuhan), inilah yang disebut tidak menjalani laku
prihatin.
Orang kaya harta, yang selalu mengsyukuri kesejahteraannya,
akan tampak dari sikap hatinya yang selalu memberi 'lebih' kepada
orang-orang yang membutuhkan pemberiannya, bukan sekedar memberi, walaupun
perbuatannya itu tidak ada yang melihat. Dan semua kewajibannya, duniawi maupun
keagamaan, yang berhubungan dengan hartanya akan dipenuhinya, seperti yang
seharusnya, tidak ada yang dikurangkan.
Prihatinnya Orang Kaya Ilmu.
Orang kaya ilmu, baik ilmu pengetahuan maupun ilmu
spiritual, akan menjalani laku prihatin dengan cara memanfaatkan ilmunya tidak
untuk kesombongan dan kejayaan dan kepentingan dirinya sendiri, dan tidak untuk
membodohi atau menipu orang lain, tetapi dimanfaatkan juga untuk menolong orang
lain dan membaginya kepada siapa saja yang layak menerimanya, tanpa pamrih
kehormatan atau upah.
Prihatinnya Orang Berkuasa.
Seorang penguasa hidup prihatin dengan menahan
kesombongannya, menahan hawa nafsu sok kuasa, dan tidak memanfaatkan
kekuasaannya untuk kejayaan diri sendiri dan keluarganya saja. Kekuasaan
dijadikan sarana untuk menciptakan kesejahteraan bagi para bawahan dan
masyarakat yang dipimpinnya. Kekuasaan dimanfaatkan untuk menciptakan negeri
yang adil dan makmur, gemah ripah loh jinawi, tata titi tentrem kerta raharja,
sebagaimana layaknya seorang negarawan sejati.
Seorang politikus hidup prihatin dengan tidak hanya membela
kepentingannya, kelompoknya atau golongannya sendiri, atau untuk mencari
popularitas, menggoyang pemerintahan yang ada, tetapi digunakan untuk mendukung
pemerintahan yang ada dan meluruskan jalannya pemerintahan yang keliru, yang
menyimpang, untuk kepentingan rakyat banyak.
Seorang aparat negara, aparat keamanan atau penegak hukum,
hidup prihatin dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban tugasnya dengan
semestinya dan tidak menyalahgunakan kewenangannya untuk menindas, memeras,
atau berpihak kepada pihak-pihak tertentu dan merugikan pihak yang lain,
mencukupkan dirinya dengan gajinya dan menambah rejeki dengan cara-cara yang
halal, tidak mencuri, tidak memeras, tidak meminta / menerimasogokan.
Orang jawa bilang intinya kita harus selalu eling lan
waspada. Selalu ingat Tuhan. Tetapi biasanya manusia hanya mengejar kesuksesan
saja, keberhasilan, keberuntungan, dsb, tapi tidak tahu pengapesannya.
Sering dikatakan orang-orang yang selalu ingat Tuhan dan
menjaga moralitas, seringkali hidupnya banyak godaan dan banyak kesusahan.
Kalau eling ya harus tulus, jangan ada rasa sombong, jangan merasa
lebih baik atau lebih benar dibanding orang lain, jangan ada pikiran jelek
tentang orang lain, karena kalau kita bersikap begitu sama saja kita bersikap
negatif dan menumbuhkan aura negatif dalam diri kita. Aura negatif akan menarik
hal-hal yang negatif juga, sehingga kehidupan kita juga akan banyak berisi
hal-hal yang negatif. Di sisi lain kita juga harus sadar, bahwa orang-orang
yang banyak menahan diri, membatasi perbuatan-perbuatannya, seringkali menjadi
kurang greget, kurang kreatif dan yang didapatnya juga akan lebih sedikit
dibandingkan orang-orang yang tidak menahan diri. Itulah resikonya menahan
diri. Tetapi mereka yang sadar pada kemampuan dan potensi diri,
peluang-peluang, dsb, dan dapat memanfaatkannya dengan tindakan nyata, akan
juga dapat menghasilkan banyak, tanpa harus lupa Tuhan dan merusak
moralitasnya.
Di sisi lain sering dikatakan orang-orang yang tidak ingat
Tuhan atau tidak menjaga moralitas, seringkali kelihatan hidupnya lebih enak.
Bisa terjadi begitu karena mereka tidak banyak beban, tidak banyak menahan
diri, apa saja akan dilakukan walaupun tidak baik, walaupun tercela. Beban
hidupnya lebih ringan daripada yang menahan diri. Mereka bisa mendapatkan lebih
banyak, karena mereka tidak banyak menahan diri.
Di luar pandangan-pandangan di atas, sebenarnya, jalan
kehidupan masing-masing mahluk, termasuk manusia, sudah ada garis-garis
besarnya, sehingga bisa diramalkan oleh orang-orang tertentu yang bisa meramal.
Tinggal masing-masing manusianya saja dalam menjalani kehidupannya, apakah akan
banyak eling dan menahan diri, ataukah akan mengumbar keduniawiannya.
Dalam tradisi jawa, laku prihatin dan tirakat adalah bentuk
upaya spiritual / kerohanian seseorang dalam bentuk keprihatinan jiwa dan
raga, ditambah dengan laku-laku tertentu, untuk tujuan mendapatkan
keberkahan dan keselamatan hidup, kesejahteraan lahiriah maupun batin, atau
juga untuk mendapatkan keberkahan tertentu, suatu ilmu tertentu, kekayaan, kesaktian,
pangkat atau kemuliaan hidup. Laku prihatin dan tirakat ini, selain merupakan
bagian dari usaha dan doa kepada Tuhan, juga merupakan suatu 'keharusan' yang
sudah menjadi tradisi, yang diajarkan oleh para pendahulu mereka.
Ada pepatah, puasa adalah makanan jiwa. Semakin gentur laku
puasa seseorang, semakin kuat jiwanya, sukmanya.
Laku puasa yang dilakukan sebagai kebiasaan rutin akan
membentuk kebatinan manusia yang kuat untuk bisa mengatasi belenggu duniawi
lapar dan haus, mengatasi godaan hasrat dan nafsu duniawi, dan menjadi upaya
membersihkan hati dan mencari keberkahan pada jalan hidup. Akan lebih baik bila
sebelum dan selama melakukan laku tersebut selalu berdoa niat dan tujuannya,
mendekatkan hati dengan Tuhan, jangan hanya dijadikan kebiasaan rutin saja.
Berat-ringannya suatu laku kebatinan bergantung pada
kebulatan tekad sejak awal sampai akhir. Bentuk laku yang dijalani tergantung
pada niat dan tujuannya. Diawali dengan mandi keramas / bersuci, menyajikan
sesaji sesuai yang diajarkan dan memanjatkan doa tentang niat dan tujuannya
melakukan laku tersebut dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan jahat dan
tercela. Ada juga yang melakukannya bersama dengan laku berziarah, atau bahkan
tapa brata, di tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti di gunung, makam
leluhur / orang-orang linuwih, hutan / goa / bangunan yang wingit, dsb.
Ada beberapa bentuk formal laku prihatin dan tirakat,
misalnya :
1. Puasa, tidak makan dan minum atau berpantang makanan
tertentu.
Jenisnya :
- Puasa
Senin-Kamis, yaitu puasa tidak makan dan minum setiap hari Senin dan Kamis.
- Puasa Weton, puasa
tidak makan / minum setiap hari weton (hari+pasaran) kelahiran seseorang.
- Puasa tidak makan apa-apa,
boleh minum hanya air putih saja.
- Puasa Mutih, tidak
makan apa-apa kecuali nasi putih dan air putih saja.
- Puasa Mutih Ngepel,
dari pagi sampai mahgrib tidak makan dan minum, untuk sahur dan buka puasa
hanya 1 kepal
nasi dan 1 gelas air putih.
- Puasa Ngepel, dalam
sehari hanya makan satu atau beberapa kepal nasi saja.
- Puasa Ngeruh, hanya
makan sayuran atau buah-buahan saja, tidak makan daging, ikan, telur, terasi,
dsb.
- Puasa Nganyep, hampir
sama dengan Mutih, tetapi makanannya lebih beragam asalkan tidak
mempunyai rasa, yaitu tidak memakai bumbu pemanis, cabai dan
garam.
- Puasa Ngrowot,
dilakukan dari subuh sampai maghrib. Saat sahur dan buka puasa hanya makan
buah-
buahan dan
umbi-umbian yang sejenis saja, maksimal 3 buah.
- Puasa Ngebleng,
tidak makan dan minum selama sehari penuh siang dan malam, atau beberapa hari
siang dan malam
tanpa putus, biasanya 1 - 3 hari.
2. Menyepi dan berdoa di dalam rumah. Tidak mendatangi
tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
3. Menyepi dan berdoa di makam leluhur
/ orang-orang linuwih, dan di tempat-tempat yang dianggap keramat,
tidak mendatangi tempat keramaian
dan tidak menonton hiburan.
4. Berziarah dan berdoa di makam leluhur
/ orang-orang linuwih, dan di tempat-tempat yang dianggap keramat,
seperti di gunung, pohon / goa /
bangunan yang wingit, dsb.
5. Mandi kembang telon atau kembang setaman tujuh
rupa.
6. Tapa Melek, tidak tidur, biasanya 1 - 3 hari. Tidak
mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
7. Tapa Melek Ngalong, biasanya 1 - 7 hari. Siang hari
boleh tidur, tetapi selama malam hari tidak tidur, tidak
mendatangi tempat keramaian dan
tidak menonton hiburan.
8. Tapa Bisu dan Lelono, melakukan perjalanan berjalan
kaki dan bisu tidak bicara, dari mahgrib sampai pagi,
melakukan kunjungan ke makam
leluhur / orang-orang linuwih atau ke tempat-tempat keramat dan berdoa.
9. Tapa Pati Geni, diam di dalam suatu ruangan, tidak
terkena cahaya apapun, selama sehari atau beberapa
hari, biasanya untuk tujuan
keilmuan. Ada juga yang disebut Tapa Pendem, yaitu puasa dan berdiam di
dalam rongga di dalam tanah seperti
orang yang dimakamkan, biasanya selama 1 - 3 hari.
10.Tapa Kungkum, ritual berendam di sendang atau sungai,
terutama di pertemuan 2 sungai (tempuran sungai),
selama beberapa malam
berturut-turut dan tidak boleh tertidur, dengan posisi berdiri atau duduk bersila
di dalam air
dengan kedalaman air setinggi leher atau pundak.
Laku prihatin dan tirakat nomor 1 sampai 5 adalah yang biasa
dilakukan orang Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan kombinasi nomor 1
sampai 10 dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan tertentu yang
bersifat khusus, biasanya supaya mendapatkan berkah tertentu, atau untuk tujuan
keilmuan.
Tidak hanya dalam kehidupan keseharian, laku-laku kebatinan
di atas juga seringkali dilakukan sebelum seseorang melakukan suatu kegiatan /
usaha yang dianggap penting dalam kehidupannya, seperti akan memulai suatu
usaha ekonomi, akan pergi merantau, akan melangsungkan hajatan pernikahan, dsb.
Bahkan sudah biasa bila orang-orang tua berpuasa untuk memohonkan keberhasilan
kehidupan dan usaha anak-anaknya.
Masing-masing bentuk laku prihatin dan tirakat mempunyai
kegunaan dan kegaiban sendiri-sendiri yang dapat dirasakan oleh para pelakunya,
dan mempunyai kegaiban sendiri-sendiri dalam membantu mewujudkan tujuan laku
pelakunya.
Puasa weton terkait dengan kepercayaan dan kegaiban sukma
(kepercayaan pada kebersamaan roh sedulur papat). Biasanya dilakukan untuk
terkabulnya suatu keinginan yang sifatnya penting, dan untuk menjaga kedekatan
hubungan dengan para roh sedulur papat dan restu pengayoman dari para leluhur,
supaya kuat sukmanya, selalu peka rasa dan batin, peka firasat, hidupnya
keberkahan dan lancar segala urusannya. Puasa weton tidak bisa disamakan,
digantikan atau ditukar dengan puasa bentuk lain, karena sifat dan kegaibannya
berbeda.
Sesuai ajaran kejawen, sebelum melaksanakan puasa berdoalah
di luar rumah menghadap ke timur. Begitu juga pada malam hari selama
berpuasa, berdoalah di luar rumah menghadap ke timur. Setelah selesai berpuasa
berdoa juga mengucap syukur karena telah diberi kekuatan sehingga dapat
menyelesaikan puasanya. Lebih baik lagi jika diawali atau ditutup
dengan mandi kembang untuk membersihkan diri dari aura-aura negatif di dalam
tubuh.
Untuk keperluan sehari-hari, misalnya untuk mempermudah
jalan hidup, cukup puasa weton 1 hari (1 hari 1 malam), atau puasa Senin -
Kamis saja, atau bisa juga mandi kembang saja (bisa hari apa saja
sekali sebulan).
Dalam hal menjaga supaya kehidupannya selalu 'keberkahan'
dan dijauhkan dari kesulitan-kesulitan, puasa ngebleng adalah yang terbaik.
Biasanya dilakukan selama 1 hari 1 malam pada hari weton kelahiran seseorang.
Untuk keperluan sehari-hari untuk mempermudah jalan hidup
dan mengejar sesuatu yang diinginkan, misalnya untuk kemantapan bekerja dan
perbaikan posisi / karir, cukup puasa weton 1 hari saja secara rutin setiap
bulan. Lebih baik lagi jika disertai dengan mandi kembang untuk membersihkan
diri dari aura-aura negatif di dalam tubuh.
Dalam hal keinginan terkabulnya suatu hajat / keinginan
khusus, sesuatu yang tidak terjadi setiap hari, yang biasa dilakukan adalah
puasa ngebleng 3 hari 3 malam pada hari weton kelahiran seseorang.
Dalam hal keinginan terkabulnya suatu keinginan khusus yang
disertai nazar, yang biasa dilakukan adalah puasa ngebleng 3 hari 3 malam pada
hari weton kelahiran seseorang, dilakukan selama 7 kali (7 bulan)
berturut-turut tanpa putus dan ditutup dengan suatu ritual dan sesaji penutup,
atau acara tumpengan syukuran.
Dalam hal mencari suatu petunjuk gaib / wangsit, puasa
ngebleng adalah yang terbaik. Biasanya dilakukan selama 3 hari 3 malam
tanpa putus, hari Selasa atau Jum'at Kliwon dijepit di tengah, dan berdoa di
malam hari di tempat terbuka menghadap ke timur.
Untuk melengkapi pengetahuan tentang sifat-sifat hari, di
bawah ini ada beberapa petunjuk :
Bulan Besar atau Bulan Haji adalah bulan yang
paling baik untuk semua keperluan, untuk memulai usaha, pindah rumah atau pun
perkawinan.
Bulan Maulud adalah bulan yang paling baik untuk semua
keperluan yang bersifat sakral, untuk ritual bersih diri, ruwatan nasib /
sengkala, ritual syukuran, ritual bersih desa, menjamas keris,
mandi kembang, berziarah, dsb.
Bulan Sura (Suro) adalah bulan yang paling tidak
baik untuk semua keperluan, memulai usaha, pindah rumah atau pun
perkawinan. Bulan Sura paling baik digunakan untuk upaya bersih diri dan
lingkungan.
Bulan Sura umumnya diisi dengan ritual bersih diri /
ruwatan, membersihkan rumah dan pusaka, dsb.
Upaya bersih diri / ruwatan pribadi dapat dilakukan dengan
cara sederhana, yaitu dengan cara mandi kembang dan doa memohon supaya
dilapangkan / dibukakan jalan hidup dan dijauhkan dari segala macam bentuk
kesulitan. Sebaiknya juga dilengkapi dengan membersihkan rumah dan
lingkungannya, baik yang bersifat fisik maupun gaib.
Jika anda memiliki pusaka, pada bulan Sura ini terhadap
pusaka itu tidak harus dilakukan penjamasan, tapi cukup dibersihkan saja dan
diberikan sesaji dan disugestikan supaya pusakanya memberikan bantuan yang
positif dan disugestikan supaya membantu membersihkan segala sesuatu yang
bersifat negatif.
Bagi yang ingin mengadakan suatu hajat di bulan Suro,
sebenarnya sih boleh-boleh saja, terserah invidunya, tetapi secara spiritual
memang dianjurkan untuk tidak mengadakan hajat pernikahan, memulai usaha
ekonomi, pindah ke rumah baru atau hajat lain yang bersifat jangka panjang di
bulan Suro.
Pada Bulan Suro kondisi alam gaib di pulau Jawa memancarkan
aura yang tidak baik, dan dihawatirkan semua hajat yang dilakukan pada bulan
Suro akan membawa pengaruh yang tidak baik, seperti dipenuhi hawa kebencian dan
permusuhan, pertengkaran, sakit-penyakit, apes / kesialan, dsb.
Pengaruh gaib bulan Suro hanya berlaku kepada orang Jawa di
pulau Jawa saja dan pengaruhnya itu bisa bersifat jangka panjang, karena
pengaruhnya itu akan menyatu dengan sukma manusia.
Penting :
Orang-orang yang sering melakukan laku puasa (termasuk puasa weton), biasanya kekuatan sukmanya akan meningkat. Orang-orang yang sering melakukan laku prihatin dan tirakat biasanya juga akan banyak menerima interaksi dari roh-roh lain, disadari ataupun tidak. Roh-roh itu bisa berasal dari lingkungan tempatnya berada, atau dari lingkungan tempat-tempat yang dikunjunginya (misalnya berziarah), atau juga dari roh-roh leluhur.
Selain yang bersifat puasa ngebleng, jenis puasa lain
biasanya tidak banyak berpengaruh positif terhadap kekuatan sukma, pengaruhnya
lebih banyak dirasakan bersifat fisik dan psikologis, terutama ketahanan fisik
untuk terbiasa menahan rasa lapar dan haus, tetapi tidak diimbangi dengan
meningkatnya kekuatan sukma. Jika orang-orang tersebut tidak terbiasa olah
energi (misalnya pelatihan olah nafas tenaga dalam), pada orang-orang tersebut
seringkali terjadi tubuhnya "meradang", tubuhnya memancarkan
hawa panas, karena adanya ketidak-stabilan pasokan energi dari
makanan, yang efeknya kurang baik untuk kesehatan, karena bisa menyebabkan
sakit panas dalam dan mengundang sakit-penyakit yang berkaitan dengan sakit
panas dalam, seperti flu, batuk, pilek, radang tenggorokan, dsb.Bagi
orang-orang tersebut, sebaiknya sering melakukan mandi kembang, lebih bagus
lagi kalau berendam di air kembang, untuk membersihkan aura-aura negatif
yang berasal dari dirinya sendiri ataupun aura negatif yang menempel di
tubuhnya yang berasal dari tempat lain, supaya terselaraskan menjadi positif.
Dan bagi yang sering berpuasa, gunanya mandi kembang bagi mereka juga sama,
jangan sampai bertambah kuatnya sukmanya juga menambah kuat aura-aura negatif
di dalam dirinya. Mandi kembang ini juga berguna supaya pancaran panas
tubuh menjadi lebih adem dan mengurangi efek panas dalam.
Sebelum digunakan mandi, biarkan selama 1 menit
kembang-kembang itu terendam di dalam air, kemudian diaduk supaya aura
energinya larut merata di dalam air.
Puasa umumnya dimulai saat subuh dan buka puasa saat
mahgrib. Malam harinya bebas makan dan minum.
Puasa 1 hari, berarti selama 1 hari berpuasa dari subuh
sampai mahgrib, malam harinya bebas makan-minum.
Puasa 3 hari, berarti selama 3 hari berpuasa dari subuh
sampai mahgrib, malam harinya bebas makan-minum.
Puasa 7 hari, berarti selama 7 hari berpuasa dari subuh
sampai mahgrib, malam harinya bebas makan-minum.
Puasa ngebleng tidak seperti itu.
Puasa ngebleng secara sederhana bisa disebut puasa penuh 1 hari 1 malam.
Puasa ngebleng secara sederhana bisa disebut puasa penuh 1 hari 1 malam.
Puasa ngebleng 1 hari berarti puasa penuh 1 hari 1 malam
berturut-turut tanpa putus tidak makan dan minum.
Puasa ngebleng 3 hari berarti puasa penuh 3 hari 3 malam
berturut-turut tanpa putus tidak makan dan minum.
Puasa ngebleng 7 hari berarti puasa penuh 7 hari 7 malam
berturut-turut tanpa putus tidak makan dan minum.
Apa benar ada puasa ngebleng 7 hari 7 malam berturut-turut
tanpa putus ? Ada yang sanggup ?
Bagaimana dengan puasa ngebleng 40 hari 40 malam
berturut-turut tanpa putus. Siapa yang sanggup ?
Ketika seseorang berpuasa ngebleng, pada hari pertama
puasanya dia akan merasakan panas, lapar dan haus, sama dengan yang dialami
orang lain yang menjalani laku puasa biasa.
Pada hari kedua, orang tersebut akan
merasakan tubuhnya panas, mungkin juga sampai menyebabkannya sulit
tidur di malam hari karena panasnya tubuhnya. Karena tidak juga ada makanan dan
minuman yang masuk ke dalam tubuhnya, pada hari kedua itu tubuhnya mulai
membakar cadangan makanan yang ada dalam tubuhnya, air, lemak, protein, gula,
dsb, untuk dikonversi menjadi energi dan zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh
sel-sel tubuhnya.
Pada hari ketiga, panas tubuhnya mereda dan berkurang, rasa
lapar dan haus hilang. Yang terasa hanya tubuhnya saja yang lemas karena
perutnya kempis tak terisi makanan.
Puasa ngebleng pada hari ketiga itu, yang dilakukan oleh
orang-orang yang bersamadi atau menyepi (walaupun di dalam rumah), tidak
menonton hiburan, tidak mendatangi tempat-tempat keramaian, dan tekun berdoa /
berzikir / wirid, kegaiban sukmanya akan kuat sekali dan akan memancar cukup
jauh. Kegaiban itu kuat sekali sampai bisa menarik perhatian dari roh-roh
leluhurnya, sehingga disadari ataupun tidak, banyak leluhurnya yang mendatangi
orang tersebut untuk mengetahui apa tujuan dari lakunya itu dan akan berusaha
membantu mewujudkan hajat niat dan keinginannya.
Pada hari ketiga itu, disadari ataupun tidak, roh sukma
orang tersebut telah menguat, dan memancarkan aura kekuatan gaib yang
menyebabkan roh-roh gaib tidak tahan berada di dekatnya. Berbeda dengan puasa
pada orang-orang yang menjalani ilmu gaib dan ilmu khodam yang kondisi
berpuasanya dapat mengundang roh-roh gaib untuk datang mendekat, puasa ngebleng
ini justru pancaran gaib kekuatan sukmanya akan mengusir keberadaan roh-roh
gaib lain dari tubuhnya dan dari sekitar orang itu berada.
Itu baru puasa ngebleng 3 hari, belum yang 7 hari, apalagi puasa ngebleng 40 hari seperti yang biasa dilakukan oleh tokoh-tokoh kebatinan dan pertapa jaman dulu. Orang-orang yang terbiasa melakukan puasa itu, seperti tokoh-tokoh kebatinan dan pertapa jaman dulu, akan memiliki kekuatan sukma yang luar biasa, yang bahkan pancaran energi kekuatan sukmanya menyebabkan roh-roh gaib kelas atas setingkat dewa dan buto pun tidak tahan berada di dekatnya dan tidak akan berani datang mendekat untuk maksud menyerang.Pancaran kekuatan sukma orang-orang itu saat sedang menjalankan laku puasa dan tapa bratanya sangat menghebohkan alam gaib. Di pewayangan pun diceritakan ketika ada seseorang yang gentur dalam laku puasa, tapa brata dan semadinya, kondisinya menyebabkan kahyangan panas dan goncang, dan menyebabkan para dewa tidak tahan, sampai-sampai para dewa mengutus dewa lain atau bidadari untuk menghentikan / menggagalkan tapa brata orang tersebut, dan mereka akan memberikan apa saja yang diinginkan orang itu asal mau menghentikan tapanya.
Karena itu dalam melakukan puasa ngebleng orang-orang jaman
dulu akan melakukannya dengan cara menyepi, di dalam rumah, di goa, di
hutan atau di gunung, supaya tidak ada yang mengganggu.
Kekuatan kegaiban sukma orang-orang itu luar biasa sekali, sehingga pada jaman dulu banyak tokoh-tokoh kebatinan dan pertapa yang bukan hanya linuwih dan waskita dan mumpuni dalam ilmu kesaktian, tetapi juga menjadikan sukma mereka penuh dengan muatan gaib, sehingga kemampuan moksa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh kebatinan jaman dulu, berpindah bersama raganya ke alam roh tanpa melalui proses kematian, adalah sesuatu yang biasa. Bahkan banyak yang melakukan tapa brata dalam rangka mandito meninggalkan keduniawiannya, kemudian moksa dengan sendirinya dalam kondisi bertapa.
Orang-orang itu, karena kekuatan gaib sukmanya, tidak lagi
membutuhkan khodam mahluk halus untuk kekuatan ilmunya. Kekuatan dan kegaiban
sukmanya-lah yang melakukannya. Tetapi jika ada sesosok gaib yang mau datang
untuk menjadi khodam pendampingnya, maka hanya gaib-gaib yang setingkat dengan
kekuatan sukmanya saja yang akan datang menjadi pendampingnya, bukan gaib-gaib
umum kelas rendah yang tidak tahan dengan pancaran energi kekuatan sukmanya.
Puasa ngebleng melambangkan kekuatan tekad dan niat seseorang untuk terkabulnya suatu keinginan. Bahkanbanyak orang pada jaman dulu yang melakukan tapa dan puasa ngebleng, tidak akan menghentikan tapa bratanya sebelum hajat keinginannya terkabul (sampai turun wangsit bahwa permintaannya dikabulkan).
Puasa ngebleng terkait dengan kekuatan dan kegaiban sukma
manusia. Karena itu kegaiban dalam puasa ngebleng tidak dapat dibandingkan /
disamakan atau ditukar dengan puasa bentuk lain. Semakin gentur laku
puasa seseorang, semakin kuat sukmanya dan semakin kuat kegaibannya. Puasa
ngebleng banyak dilakukan oleh orang-orang yang bergelut dalam dunia kebatinan
/ spiritual dan tapa brata.
Puncak kekuatan sukmanya hanya terjadi pada saat seseorang
berpuasa ngebleng, sedangkan pada hari-hari selanjutnya kalau sudah tidak lagi
melakukan puasa, maka kekuatan sukmanya itu akan menurun lagi. Karena itu para
pelaku kebatinan dan keilmuan kebatinan jaman dulu menjadikan laku puasa
ngebleng ini sebagai ritual yang akan selalu dilakukan secara berkala. Juga
dalam melatih keilmuannya atau ketika menekuni suatu ilmu baru kesaktian /
kebatinan akan dilakukannya sambil berpuasa, sehingga kekuatan dan kegaiban
ilmunya tinggi.
Tetapi jika puasa ngebleng itu dilakukan
oleh orang-orang yang masih awam dalam ilmu kegaiban, mungkin
kegaiban dari kekuatan sukmanya itu tidak akan banyak dirasakannya. Walaupun
begitu, pancaran kekuatan sukmanya itu akan menjauhkannya dari roh-roh gaib
yang sifatnya mengganggu, dan sisi lain dari kegaiban sukmanya akan membuat
kekuatan niat / tekad dalam keinginan-keinginannya menjadi lebih mudah terwujud
dan ketajaman dan kepekaan batinnya akan semakin tinggi.
Tetapi karena semakin banyaknya orang yang meninggalkan
dunia kebatinan, maka puasa ngebleng inipun semakin ditinggalkan. Bahkan para
praktisi ilmu gaib dan ilmu khodam seringkali mempermudah laku puasanya.
Misalnya untuk mendapatkan suatu ilmu gaib tertentu cukup puasa biasa saja dari
subuh sampai mahgrib, atau hanya puasa berpantang makanan tertentu saja, yang
dilakukan selama 3 hari, 7 hari, 21 hari, atau 40 hari, dan selama berpuasa itu
malam harinya diharuskan mewirid amalan gaibnya.
Selama berpuasa di atas pada malam harinya diharuskan
mewirid amalan gaibnya tujuannya adalah sebagai usaha melatih memperkuat
kemampuan seseorang dalam mengsugesti ilmu gaib. Dengan berhari-hari mewirid
suatu amalan gaib diharapkan kemampuan seseorang dalam mengsugesti ilmu gaibnya
akan kuat dan hapal mantranya diluar kepala.
Selama orang itu berpuasa dan berzikir / wirid,
tubuhnya akan memancarkan energi tertentu dan pikirannya akan memancarkan
gelombang pikiran tertentu. Pancaran energi tubuh dan gelombang pikiran inilah
yang seringkali mengundang datangnya suatu sosok mahluk halus tertentu kepada
manusia. Keberadaan sosok halus itu kemudian dapat menjadi khodam
ilmu gaibnya, menjadi sumber kekuatan gaibnya, sehingga walaupun kemudian sudah
tidak lagi rajin berpuasa dan tidak lagi rajin mewirid amalan ilmunya, selama
khodamnya bersamanya, kapan saja ilmu itu diamalkan tetap akan
berfungsi. Jadi bisa juga dikatakan, untuk dengan sengaja mengundang suatu
sosok gaib untuk datang menjadi khodam pendamping, maka cara puasanya adalah
puasa bentuk ini.Hanya saja kita harus teliti dan waspada mengenai siapa sosok halus yang
datang mendampingi kita itu.
Puasa weton adalah salah satu jenis puasa ngebleng yang
dilakukan pada hari kelahiran seseorang, yangperhitungan waktu mulai
berpuasa dan menutup puasa dilakukan berdasarkan perhitungan hari dalam
kalender jawa.
Puasa weton (wetonan) adalah puasa untuk memperingati hari
kelahiran seseorang sesuai laku dalam budaya jawa.
Puasa weton terkait dengan kekuatan dan kegaiban sukma (roh
pancer dan sedulur papat). Biasanya dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan
yang sifatnya penting, dan untuk menjaga kedekatan hubungan dengan roh sedulur
papat dan restu pengayoman dari para leluhur, supaya kuat sukmanya, selalu peka
rasa dan batin, peka firasat, peka bisikan gaib, hidupnya keberkahan dan lancar
segala urusannya.
Puasa weton terkait dengan kegaiban yang berasal dari sukma
manusia sendiri (kegaiban kesatuan roh pancer dan sedulur papat). Puasa weton
tidak berhubungan dengan kegaiban roh-roh lain.
Puasa weton tidak bisa disamakan atau diperbandingkan
atau ditukar dengan puasa bentuk lain, karena sifat dan kegaibannya
berbeda.
Puasa weton yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak
memahami atau tidak meyakini keberadaan roh sedulur papat kegaibannya tidak
akan sebaik mereka yang melakukannya dengan landasan kepercayaan pada roh
sedulur papat. Keyakinan pada keberadaan dan kebersamaan roh sedulur papat
dengan pancer akan memperkuat kegaiban sukma dan memperkuat interaksi roh
sedulur papat dan para leluhurnya dengan seseorang. Dalam kehidupannya
sehari-hari kekuatan sukma akan membantu dalam kemantapan bersikap, membantu
membuka jalan hidup dan menyingkirkan halangan dan kesulitan-kesulitan, dan
interaksi sedulur papat akan membantu peka rasa dan firasat, peka bisikan gaib,
mendatangkan ide-ide dan ilham, peringatan-peringatan dan jawaban-jawaban
permasalahan.
Sesuai tradisi jawa puasa weton dilakukan dengan berpuasa
pada hari kelahiran seseorang (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum'at, Sabtu,
Minggu) yang sesuai dengan hari pasaran kelahirannya (pon,
pahing, wage, legi dan kliwon). Dengan demikian hari weton kelahiran
seseorang akan selalu berulang setiap 35 hari sekali.
Sebagai catatan, dalam penanggalan Jawa, hari dimulai pada
pukul 5 sore hari sebelumnya dan akan berakhir pada pukul 5 sore hari yang
bersangkutan.
Jadi, batas suatu hari adalah pada pk.5 sore, dan mulainya hari adalah hari sebelumnya pk.5 sore.
Berarti hari Senin dimulai pada hari sebelumnya (Minggu) pk.5 sore dan berakhir pada hari Senin tersebut pk.5 sore.
Jadi, batas suatu hari adalah pada pk.5 sore, dan mulainya hari adalah hari sebelumnya pk.5 sore.
Berarti hari Senin dimulai pada hari sebelumnya (Minggu) pk.5 sore dan berakhir pada hari Senin tersebut pk.5 sore.
Hari Senin itu pada pk.6 sore (mahgrib) sudah terhitung
sebagai hari Selasa, karena sudah melewati batas hari Senin pk.5 sore.Ada
beberapa hitungan hari dalam puasa weton sbb :
1. Puasa weton sehari penuh.
Artinya puasanya dilakukan 1 hari Jawa
(sehari semalam, 24 jam).
Puasa weton sehari ini adalah yang
secara umum dilakukan dalam budaya masyarakat Jawa.
Misalnya hari kelahirannya adalah Selasa
Pahing, maka puasanya dimulai pada hari sebelumnya, yaitu
Senin pk.5 sore dan berakhir pada hari Selasa Pahing tersebut pk.5 sore.
Senin pk.5 sore dan berakhir pada hari Selasa Pahing tersebut pk.5 sore.
2. Puasa weton 3 hari (hari weton dijepit ditengah).
Artinya puasanya dilakukan selama 3 hari
Jawa terus-menerus tanpa putus, yaitu puasa pada hari weton
ditambah 1 hari sebelumnya dan 1 hari sesudahnya, sehingga total puasa menjadi 3 hari Jawa terus-menerus.
ditambah 1 hari sebelumnya dan 1 hari sesudahnya, sehingga total puasa menjadi 3 hari Jawa terus-menerus.
Puasa weton 3 hari biasanya
dilakukan untuk harapan terkabulnya suatu keinginan khusus yang tidak terjadi
setiap hari.
Misalnya kelahiran Rabu Kliwon,
setiap hari.
Misalnya kelahiran Rabu Kliwon,
maka puasanya dilakukan selama 3 hari,
yaitu Selasa, Rabu Kliwon dan Kamis terus-menerus tanpa
putus.
Hari Selasa dimulai pada hari sebelumnya,
yaitu hari Senin pk.5 sore.
Hari Kamis berakhir pada pk. 5 sore hari.
Jadi puasa weton 3 hari itu dimulai pada hari Senin pk.5 sore dan berakhir pada hari Kamis pk. 5 sore terus-
Hari Kamis berakhir pada pk. 5 sore hari.
Jadi puasa weton 3 hari itu dimulai pada hari Senin pk.5 sore dan berakhir pada hari Kamis pk. 5 sore terus-
menerus tanpa putus siang dan malam.
3. Puasa weton 3 hari selama 7 kali berturut-turut.
Artinya, puasanya dilakukan selama 3 hari
Jawa terus-menerus tanpa putus yang dilakukan selama 7 kali
berturut-turut tanpa putus (selama 7 bulan berturut-turut).
berturut-turut tanpa putus (selama 7 bulan berturut-turut).
Jenis puasa ini biasanya dilakukan untuk
harapan terkabulnya suatu keinginan khusus yang bukan sesuatu
yang biasa terjadi sehari-hari dan waktu pencapaiannya agak panjang (pada masa depan), atau untuk
keinginan terkabulnya suatu keinginan khusus yang berat, yang kadarnya tinggi, yang bagi seseorang sulit
untuk dicapai (biasanya disertai nazar), sehingga diperlukan suatu laku tambahan demi terkabulnya
keinginannya itu, yaitu puasa ngebleng 3 hari 3 malam pada hari weton kelahiran seseorang, dan dilakukan
selama 7 kali (7 bulan) berturut-turut tanpa putus dan ditutup dengan suatu ritual dan sesaji penutup
(tumpengan), atau acara syukuran.
yang biasa terjadi sehari-hari dan waktu pencapaiannya agak panjang (pada masa depan), atau untuk
keinginan terkabulnya suatu keinginan khusus yang berat, yang kadarnya tinggi, yang bagi seseorang sulit
untuk dicapai (biasanya disertai nazar), sehingga diperlukan suatu laku tambahan demi terkabulnya
keinginannya itu, yaitu puasa ngebleng 3 hari 3 malam pada hari weton kelahiran seseorang, dan dilakukan
selama 7 kali (7 bulan) berturut-turut tanpa putus dan ditutup dengan suatu ritual dan sesaji penutup
(tumpengan), atau acara syukuran.
Sesuai ajaran kejawen, sebelum melaksanakan puasa berdoalah
di luar rumah menghadap ke timur. Begitu juga pada malam hari selama
berpuasa, berdoalah di luar rumah menghadap ke timur. Setelah selesai berpuasa
berdoa juga mengucap syukur karena telah diberi kekuatan sehingga dapat
menyelesaikan puasanya.
Puasa weton menjadi sempurna setelah pada penutupan puasa dilakukan pemberian sesaji untuk roh sedulur papat dan pancer sebagai berikut (salah satu) :
Puasa weton menjadi sempurna setelah pada penutupan puasa dilakukan pemberian sesaji untuk roh sedulur papat dan pancer sebagai berikut (salah satu) :
1. Paling baik, mandi kembang telon (kembang tujuh rupa /
setaman lebih baik), yaitu mandi guyuran
air kembang dari kepala basah semua sampai ke kaki.
air kembang dari kepala basah semua sampai ke kaki.
2. Kedua terbaik, makanan jajan pasar 7 macam, dimakan
sebagai makanan buka puasa.
3. Bubur merah putih, yaitu bubur tepung beras (bubur
sumsum) yang diberi gula jawa cair, dimakan sebagai
makanan buka puasa.
Puasa weton ini menjadi sarana pemberian perhatian kepada
roh sedulur papat dan menjadi sarana memperkuat kesatuan antara seseorang
dengan roh sedulur papat dan para leluhurnya.
Bagi yang tidak sempat menjalankan puasanya, atau
berhalangan, cukup melakukan mandi kembang saja, bisa pagi hari, siang, ataupun
sore hari.
(Informasi selengkapnya tentang Sedulur Papat silakan dibaca
: Sedulur
Papat Kalima Pancer ).Puasa weton (wetonan) adalah salah satu
laku budaya kebatinan yang sudah umum dilakukan dalam masyarakat
jawa. Tetapi sehubungan dengan adanya pengaruh budaya Islam dalam masyarakat
jawa, orang-orang jawa yang masih melakukan puasa weton ini tidak
lagi melakukannya sesuai aslinya dalam ajaran jawa, yaitu dengan
puasa ngebleng, tetapi melakukan puasanya sama dengan puasa biasa, yaitu puasa
dari subuh sampai mahgrib. Sekalipun bentuk laku puasa itu masih memberikan
kegaiban, tetapi sudah tidak lagi besar seperti seharusnya, bahkan karenanya
banyak juga yang tidak lagi dapat merasakan kegaibannya sehingga kemudian tidak
lagi melakukannya, dan kemudian digantikan dengan puasa Senin -
Kamis, puasa mutih, atau puasa berpantang makanan tertentu saja.
Pemahaman Kebatinan Laku Prihatin dan Tirakat
Semua bentuk laku prihatin dan tirakat hanya akan bermanfaat
jika ada maksud dan tujuannya, kalau tidak ya hanya akan menyiksa tubuh saja,
hanya lapar dan haus saja. Karena itu sebelum dan selama melakukan laku
tersebut harus selalu fokus pada tujuan lakunya dan berdoa niat dan
tujuannya.
Suatu laku puasa yang dilakukan tanpa tujuan khusus, tetapi
dilakukan sebagai kebiasaan rutin, akan menjadi upaya memperkuat kebatinan
manusia, supaya kuat sukmanya, bisa mengatasi belenggu duniawi lapar dan haus,
mengatasi godaan hasrat dan nafsu duniawi, dan sebagai upaya membersihkan hati
dan mencari keberkahan pada jalan hidup. Hasilnya akan lebih baik lagi bila
sebelum dan selama melakukan laku tersebut selalu berdoa tentang niat dan
tujuan / harapan-harapannya.
Dalam melakukan laku-laku prihatin dan tirakat di atas akan
baik sekali bila dilakukan dengan menyendiri / menyepi (di dalam rumah), tidak
mendatangi tempat-tempat keramaian dan tidak menonton hiburan, keluar rumah
pada malam hari di tempat terbuka dan banyak berdoa. Manfaat dari suatu laku hanya
akan didapatkan bila dilakukan dengan niat dan tujuan tertentu. Tanpa adanya
niat dan tujuan, maka perbuatan itu hanya akan menjadi perbuatan yang sia-sia.
Berdoalah kepada Tuhan memohon tercapainya tujuan dari laku tersebut pada awal
dan selama pelaksanaannya.
Diawali dengan bersuci / mandi keramas, atau lebih baik lagi dengan mandi kembang telon atau kembang setaman / kembang tujuh rupa supaya aura dari kembang-kembang tersebut menyelaraskan aura-aura negatif di dalam tubuh agar menjadi positif, menjadi lebih bersih dan lebih bercahaya, yang berguna untuk membantu mempermudah jalan hidup, membuang kesulitan-kesulitan yang berasal dari aura negatif di dalam tubuh, yang sekarang pun banyak diselenggarakan di spa-spa dan salon kecantikan modern. Kembang yang digunakan haruslah yang berbau harum dan masih segar, belum layu, apalagi kering. Sebelum digunakan mandi, biarkan selama 1 menit kembang-kembang itu terendam di dalam air, kemudian diaduk supaya aura energinya larut merata di dalam air. Laku ini dapat dilengkapi dengan laku-laku yang lain yang berguna untuk memperkuat aura positif seseorang dan membuat hidup lebih 'keberkahan'.
Diawali dengan bersuci / mandi keramas, atau lebih baik lagi dengan mandi kembang telon atau kembang setaman / kembang tujuh rupa supaya aura dari kembang-kembang tersebut menyelaraskan aura-aura negatif di dalam tubuh agar menjadi positif, menjadi lebih bersih dan lebih bercahaya, yang berguna untuk membantu mempermudah jalan hidup, membuang kesulitan-kesulitan yang berasal dari aura negatif di dalam tubuh, yang sekarang pun banyak diselenggarakan di spa-spa dan salon kecantikan modern. Kembang yang digunakan haruslah yang berbau harum dan masih segar, belum layu, apalagi kering. Sebelum digunakan mandi, biarkan selama 1 menit kembang-kembang itu terendam di dalam air, kemudian diaduk supaya aura energinya larut merata di dalam air. Laku ini dapat dilengkapi dengan laku-laku yang lain yang berguna untuk memperkuat aura positif seseorang dan membuat hidup lebih 'keberkahan'.
Jangan lupa baca doa niat :
sebelum mandi kembang :
Ya Allah, niat saya mandi kembang untuk
membersihkan diri saya dari pengaruh dan hal-hal negatif dalam
diri saya dan untuk
......................
atau niat puasa mutih :
Ya Allah, niat saya puasa mutih
untuk menguatkan permohonan terkabulnya keinginan saya supaya
................ dan
untuk ..................
atau niat puasa weton :
Saudara-saudara kembarku para roh
sedulur papat, aku berpuasa untukmu.
Ya Allah, niat saya puasa weton
untuk menguatkan permohonan terkabulnya keinginan saya supaya
................ dan
untuk ..................
Ya Allah berkahilah saya.
Amin.
Ada beberapa pertanyaan serupa dari para pembaca mengenai
hari, bentuk laku prihatin dan puasa, dan isi doa yang harus dilakukan
seseorang untuk masing-masing keperluan / hajatnya. Namun secara inti garis
besarnya bisa kami jelaskan sebagai berikut.
Cerita tentang laku prihatin, puasa dan tirakat di atas adalah dalam konteks tradisi masyarakat jawa yang ingin hidupnya selalu keberkahan, selamat dan sejahtera dalam lindungan Tuhan. Jadi bentuk laku puasanya dan hari-hari puasanya adalah berdasarkan tradisi jawa.
Cerita tentang laku prihatin, puasa dan tirakat di atas adalah dalam konteks tradisi masyarakat jawa yang ingin hidupnya selalu keberkahan, selamat dan sejahtera dalam lindungan Tuhan. Jadi bentuk laku puasanya dan hari-hari puasanya adalah berdasarkan tradisi jawa.
Untuk masing-masing orang, Penulis tidak bisa menentukan
hari apa yang terbaik suatu laku puasa harus dilakukan, karena semuanya
tergantung pada tujuan dari niat dan lakunya. Sebagai acuan, sesuai tradisi
jawa, kita bisa melakukannya pada hari weton kelahiran kita sendiri. Tetapi
diluar itu, karena bersifat kebatinan, maka sebaiknya kita juga peka rasa, kita
sendiri yang menentukan waktu dan bentuk lakunya
sesuai panggilan batin kita masing-masing, karena bentuk kegaibannya
akan ditentukan oleh kegaiban sukma kita sendiri.
Misalnya,
- Untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, lakunya
bisa hari apa saja.
- Untuk memenuhi kewajiban beragama, maka
lakunya harus sesuai dengan aturan agama.
- Untuk mendekatkan diri kepada roh sedulur
papat, lakunya hari weton kelahiran.
- Untuk mendekatkan diri kepada roh-roh
leluhur, lakunya hari weton kelahiran.
- Untuk urusan kegaiban, wangsit dan bisikan
gaib, roh-roh leluhur atau roh-roh halus lain, lakunya biasanya
dilakukan pada malam Selasa Kliwon atau Jum'at Kliwon dan disertai bertirakat dengan berdoa di luar rumah
atau berziarah ke makam-makam atau tempat tertentu.
dilakukan pada malam Selasa Kliwon atau Jum'at Kliwon dan disertai bertirakat dengan berdoa di luar rumah
atau berziarah ke makam-makam atau tempat tertentu.
- Untuk mempelajari suatu keilmuan gaib,
lakunya sesuai persyaratan ilmunya.
- Untuk tujuan keperluan lain, lakunya hari apa
saja sesuai keperluannya atau sesuai niat batinnya.
Tujuan laku dan bentuk hajat / keinginan yang ingin terkabul
juga sendiri-sendiri. Masing-masing bentuk laku prihatin memiliki kegaiban
sendiri-sendiri yang bentuk pelaksanaan lakunya disesuaikan dengan
kadar berat / ringannya suatu hajat / keinginan yang ingin terkabul.
Semakin berat / tinggi kadar suatu hajat / keinginan, maka lakunya juga
seharusnya lebih berat. Dan suatu hajat keinginan yang sifatnya jangka panjang,
maka lakunya juga harus dilakukan secara rutin dalam jangka panjang (setiap
bulan), bukan hanya sekali atau 2 kali saja.
Misalnya :
- Yang kadarnya ringan, untuk kemudahan jalan hidup atau keperluan rutin sehari-hari, cukup secara rutin
melakukan puasa mutih saja, atau puasa senin - kamis saja, atau puasa berpantang makanan tertentu saja,
atau puasa weton 1 hari, atau mandi kembang saja.
- Untuk keinginan menjaga kelangsungan pekerjaan
dan perbaikan posisi / derajat, cukup secara rutin
melakukan puasa weton 1 hari.
melakukan puasa weton 1 hari.
- Untuk keinginan khusus yang tidak terjadi
setiap hari, misalnya lulus ujian pendidikan, terpilih diterima bekerja
atau terpilih naik jabatan ketika ada kesempatan naik jabatan, biasanya lakunya puasa ngebleng 3 hari
(hari apa saja) atau puasa weton 3 hari.
atau terpilih naik jabatan ketika ada kesempatan naik jabatan, biasanya lakunya puasa ngebleng 3 hari
(hari apa saja) atau puasa weton 3 hari.
- Untuk keinginan khusus yang berat untuk
dicapai (relatif bagi setiap orang) dan waktu pencapaiannya agak
panjang, misalnya ingin bisa terpilih sebagai bupati / gubernur, bisa cukup menabung untuk memiliki rumah
sendiri bagi yang belum mempunyai rumah sendiri, ingin bisa mempunyai pabrik / perusahaan sendiri,
ingin karir bisa naik sampai menjadi kepala kantor, dsb, biasanya lakunya puasa weton ngebleng 3 hari
selama 7 kali berturut-turut tanpa putus dan ditutup dengan ritual penutup atau tumpengan selametan setelah
semua puasanya selesai. Biasanya lelaku jenis ini juga disertai nazar (sama dengan sumpah Tan Ayun
Amuktia Palapa-nya Gajah Mada).
panjang, misalnya ingin bisa terpilih sebagai bupati / gubernur, bisa cukup menabung untuk memiliki rumah
sendiri bagi yang belum mempunyai rumah sendiri, ingin bisa mempunyai pabrik / perusahaan sendiri,
ingin karir bisa naik sampai menjadi kepala kantor, dsb, biasanya lakunya puasa weton ngebleng 3 hari
selama 7 kali berturut-turut tanpa putus dan ditutup dengan ritual penutup atau tumpengan selametan setelah
semua puasanya selesai. Biasanya lelaku jenis ini juga disertai nazar (sama dengan sumpah Tan Ayun
Amuktia Palapa-nya Gajah Mada).
Doa selama berpuasa itu juga tidak perlu
muluk-muluk, sederhana saja, doa yang tulus kepada Tuhan, tetapi intinya
kita harus menegaskan apa niat dan keinginan yang ingin dicapai, untuk
mengarahkan kegaibannya supaya fokus pada tujuan.
Masing-masing jenis laku prihatin mempunyai manfaat
sendiri-sendiri yang bisa dirasakan, yang membuat para pelakunya tetap
menjalankannya, tetapi manfaat apa yang dirasakan oleh masing-masing pelakunya
tidak selalu sama, dan juga tidak bisa dipastikan bahwa semua hajat /
keinginan akan dapat terkabul dengan menjalankan suatu bentuk laku prihatin,
puasa dan tirakat. Harus disadari bahwa semua bentuk laku adalah dilakukan
orang sesuai keyakinannya sendiri, sebagai tambahan dari usaha dan
tindakan nyata yang sudah dilakukannya untuk pencapaian tujuannya itu.Semua
bentuk laku akan bermanfaat bila dalam menjalankannya didasarkan pada
kebutuhan, bukan untuk sekedar menjajal suatu bentuk laku, atau menyandarkan
harapan terkabulnya suatu keinginan dengan hanya melakukan suatu bentuk laku
prihatin. Tidak bisa suatu bentuk laku kebatinan / prihatin dianggap
ampuh sebagai jalan pintas untuk terkabulnya suatu keinginan.
Dalam melaksanakan laku-laku tersebut juga tidak diperlukan doa-doa atau amalan khusus dalam melakukannya. Yang diperlukan hanya doa dari niat batinnya saja, doa permohonan yang tulus agar keinginan-keinginannya dapat tercapai, sebagai sarana fokus pada tujuan.
Dalam melaksanakan laku-laku tersebut juga tidak diperlukan doa-doa atau amalan khusus dalam melakukannya. Yang diperlukan hanya doa dari niat batinnya saja, doa permohonan yang tulus agar keinginan-keinginannya dapat tercapai, sebagai sarana fokus pada tujuan.
Pada jaman sekarang yang kehidupan manusia penuh dengan
rutinitas dan kesibukan, urusan pekerjaan tetap-lah dijalankan, jangan
ditinggalkan hanya karena sedang berpuasa, dan juga tidak perlu melakukan
puasa, laku prihatin dan tirakat sambil menyepi atau tapa seperti orang jaman
dulu, hanya perlu menghindar dari perilaku dan suasana bersenang-senang dan
diisi dengan banyak berdoa. Perlu diketahui bahwa sugesti kebatinan dalam
kondisi berprihatin akan jauh lebih kuat dibandingkan pada hari-hari lain saat
tidak sedang berprihatin. Karena itu dalam melakukan laku berprihatin itu akan
lebih baik jika dilakukan dengan banyak berdoa, tidak mendatangi tempat-tempat
keramaian, tidak menonton hiburan atau suasana bersenang-senang yang membuat
kita lupa bahwa kita sedang mempunyai hajat.
Laku puasa, prihatin dan tirakat berdasarkan tradisi jawa
tersebut akan berbeda dengan laku yang dilakukan oleh orang-orang yang
menjalankan laku tertentu dalam rangka memenuhi kewajiban keagamaan atau yang
sedang mempelajari suatu bentuk keilmuan gaib / khodam.
Laku Prihatin dan Tirakat, Masih
Relevankah?
Banyak orang menjalani laku mulai dari puasa, tidak tidur,
berendam di sungai, sampai ritual yang aneh-aneh dan tidak masuk logika orang
modern, yang semuanya bertujuan supaya apa yang mereka harapkan dan usahakan
bisa tercapai.
Jaman sekarang, sikap berpikir masyarakat sudah lebih
modern, kehidupan manusia penuh dengan kesibukan dan rutinitas yang menyita
banyak waktu dan menuntut manusia untuk tetap fit dan dalam kondisi yang prima.
Jika demikian keadaannya, apakah konsep laku prihatin dan tirakat ini masih
relevan dan masih perlu dijalankan ?
Jawabannya adalah: Ya.
Konsep laku prihatin dan tirakat janganlah dipandang secara
dangkal dan sempit. Konsep laku bersifat universal, tetapi mempunyai bentuk
yang berbeda sesuai kondisi kebatinan masyarakatnya masing-masing dan dalam
menjalankannya harus dilakukan penyesuaian sesuai tempat dan jamannya.
Laku adalah usaha / upaya-upaya.
Prihatin adalah sikap menahan diri, menjauhi perilaku
bersenang-senang enak-enakan.
Tirakat adalah perbuatan-perbuatan tertentu sebagai
tambahan, untuk terkabulnya suatu keinginan.
Hakekat dan tujuan dari laku prihatin dan tirakat adalah
usaha menjaga agar kehidupan manusia selamat dan 'keberkahan', agar
dihindarkan dari kesulitan dalam segala urusan dan usahanya dan tercapai /
terkabul keinginan-keinginannya. Proses laku mendorong dan mengarahkan
perilaku seseorang agar selalu bersikap positif dan menjauhkan hal-hal yang
bersifat negatif dan tidak bijaksana, demi tercapainya tujuan hidup.
Dalam kehidupan jaman modern ini memang banyak orang yang
memaksakan sikap berpikirnya untuk tidak percaya dengan hal-hal yang bersifat
mistis. Mereka tidak percaya karena itu adalah kuno, kehidupan masa lalu, dan
tidak masuk akal dan banyak orang yang sudah tumpul kepekaan batinnya dan tidak
bisa merasakan firasat. Tetapi banyak juga orang yang berpandangan lain, karena
hal-hal atau kejadian-kejadian gaibpun masih terjadi hingga hari ini, sehingga
masih saja ada orang yang melakukan usaha dengan cara-cara yang berbau mistis
dan masih banyak juga yang melakukan perbuatan klenik.
Memang banyak bentuk laku yang dahulu biasa dilakukan orang,
sekarang sudah banyak ditinggalkan, karena merepotkan dan tidak sesuai jaman.
Kelemahan ritual tradisional dari sudut pandang modern adalah tidak adanya
penjelasan yang memuaskan secara logika. Tetapi sesungguhnya laku dan hal-hal
yang bersifat tradisional itu tidak sungguh-sungguh ditinggalkan, karena
manfaatnya memang bisa dirasakan, termasuk oleh orang jaman sekarang.
Sebagai gantinya, laku tersebut dilakukan dengan cara yang
lebih modern yang sesuai dengan jaman. Banyak orang melakukan penelitian untuk
mengkaji hal-hal yang berbau mistis dan tradisional dan menjelaskannya dengan
sikap berpikir modern, logis dan analitis. Dan hal-hal yang tidak dapat
diselesaikan dengan cara modern, selalu ada laku untuk mencari cara-cara
alternatif yang bersifat alami dan tradisional. Sakit-penyakit dan obat-obatan
medis pun diusahakan alternatif pengobatannya yang bersifat alami dan
tradisional. Ilmu-ilmu yang dahulu untuk kesaktian dan sebagian merupakan ilmu
gaib, kini banyak dijadikan bahan pertunjukkan entertainment dan
dikomersialkan.
Berendam atau mandi kembang setaman / kembang tujuh rupa,
yang aslinya adalah supaya aura dari kembang-kembang tersebut menyelaraskan
aura-aura negatif di dalam tubuh agar menjadi positif, aura tubuh dan wajah
menjadi lebih bersih dan lebih bercahaya, membuang kesulitan-kesulitan
yang berasal dari aura negatif di dalam tubuh, membantu mempermudah jalan
hidup, sekarang, mandi kembang, luluran, dsb, banyak diselenggarakan di spa-spa
dan salon kecantikan modern.
Sesuai hakekat dan tujuannya, maka walaupun jaman sekarang
kondisinya sudah sangat berbeda dengan jaman dahulu, tetapi proses laku tetap
dilakukan orang, hanya saja bentuk lakunya yang berbeda. Laku prihatin untuk menahan
diri, tidak sombong, beribadah, berdoa dan berusaha, tidak malas, menjauhi
perbuatan dosa, menjauhi kebiasaan dan etos kerja yang buruk, hidup sederhana
(relatif) dan menabung, mensyukuri apa yang dimiliki, menjaga hubungan yang
harmonis dengan sesama, dsb, dilakukan oleh hampir semua orang.
Proses laku dan prihatin tetap dilakukan orang, hanya bentuk
dan caranya saja yang berbeda, disesuaikan dengan kondisi jaman dan kondisi
masyarakat. Yang membuat orang berhasil mencapai tujuannya dengan menjalankan
suatu laku adalah bukan semata-mata karena bentuk lakunya, melainkan karena
mereka akan tetap menjaga hal-hal yang positif dan menjauhi hal-hal yang
bersifat negatif dan tidak bijaksana, sehingga segala sesuatu yang dikerjakan
akan terkondisi pada arah yang benar untuk tercapainya tujuan
0 comments:
Posting Komentar