Laku Prihatin dan Tirakat


Kebatinan adalah sesuatu yang dirasakan manusia pada batin yang paling dalam, dan terjadi pada siapa saja, termasuk pada orang-orang yang sangat tekun dan murni dalam agamanya, karena setiap agama pun mengajarkan juga tentang apa yang dirasakan hati dan batin, mengajarkan untuk selalu membersihkan hati, bagaimana harus berpikir dan bersikap, dsb. Dalam masing-masing firman dan sabda terkandung makna kebatinan yang harus dihayati dan diamalkan oleh para penganutnya. Bahkan panggilan yang dirasakan seseorang untuk beribadah, itu juga batin. Dan di dalam batin tersimpan sebuah kekuatan yang besar jika dilatih dan diolah. Kekuatan batin menjadi kekuatan hati dalam menjalani hidup dan memperkuat keimanan seseorang.

Ajaran kebatinan kejawen pada dasarnya adalah pemahaman dan penghayatan kepercayaan orang Jawa terhadap Tuhan.  Kejawen atau Kejawaan (ke-jawi-an) dalam pandangan umum berisi kesenian, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen mencerminkan spiritualitas orang Jawa. Ajaran kejawen tidak terpaku pada aturan yang formal seperti dalam agama, tetapi menekankan pada konsep “keseimbangan dan keharmonisan hidup”.  Kebatinan Jawa merupakan tradisi dan warisan budaya leluhur sejak jaman kerajaan purba, jauh sebelum hadirnya agama-agama di pulau Jawa, yang pada prakteknya, selain berisi ajaran-ajaran budi pekerti, juga diwarnai ritual-ritual kepercayaan dan ritual-ritual yang berbau mistik. 

Secara kebatinan dan spiritual dipahami bahwa kehidupan manusia di alam ini hanyalah sementara saja, yang pada akhirnya nanti semua orang akan kembali lagi kepada Sang Pencipta. Manusia, bila hanya sendiri, adalah bukan apa-apa, bukan siapa-siapa, lemah dan fana. Karena itulah manusia harus bersandar kepada kekuatan dan kekuasaan yang lebih tinggi (roh-roh dan Tuhan), dan beradaptasi dengan lingkungan alam dan memeliharanya, bukan melawannya, apalagi merusaknya. Lebih baik untuk menjaga sikap dan tidak membuat masalah. Memiliki sedikit lebih baik, daripada berambisi mencari ‘lebih’.  Dengan demikian idealisme kebatinan jawa menuntun manusia pada sikap menerima, sabar, rendah hati, sikap tahu diri, kesederhanaan, suka menolong, tidak serakah, tidak berfoya-foya / berhura-hura, dsb. Idealisme inilah yang menjadikan manusia hidup tenteram dan penuh rasa syukur kepada Tuhan.

Mereka terbiasa hidup sederhana dan apapun yang mereka miliki akan mereka syukuri sebagai karunia Allah. 
Mereka percaya adanya 'berkah' dari roh-roh, alam dan Tuhan, dan kehidupan mereka akan lebih baik bila mereka 'keberkahan'.  Karena itu dalam budaya Jawa dikenal adanya upaya untuk selalu menjaga perilaku, kebersihan hati dan batin dan ditambah dengan laku prihatin dan tirakat supaya hidup mereka diberkahi. Mereka tekun menjalankan “laku” untuk pencerahan cipta, rasa, budi dan karsa.

Laku adalah usaha / upaya.
Prihatin adalah sikap menahan diri, menjauhi perilaku bersenang-senang enak-enakan. 
Tirakat adalah usaha-usaha tertentu sebagai tambahan, untuk terkabulnya suatu keinginan.

Hakekat dan tujuan dari laku prihatin dan tirakat adalah usaha manusia untuk menjaga jalan kehidupannya supaya selalu selaras dengan ajaran budi pekerti dan kesusilaan, tidak terlena dalam kenikmatan keduniawian, dan untuk menjaga agar kehidupan manusia selalu 'keberkahan', selamat dan sejahtera dalam lindungan Tuhan, agar dihindarkan dari kesulitan-kesulitan dan terkabul keinginan-keinginannya. Proses laku mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang agar selalu bersikap positif dan menjauhi hal-hal yang bersifat negatif dan tidak bijaksana, demi menjaga keharmonisan hidup dan untuk tercapainya tujuan hidup. 

Di luar semua bentuk laku prihatin yang kelihatan mata dijalani oleh manusia, ada laku lain yang sifatnya sangat mendasar, yaitu puasa hati dan batin, senantiasa menjaga sikap hati dan batin, yang dalam kesehariannya dilakukan tanpa kelihatan bentuk lakunya.

Laku prihatin yang biasa dilakukan pada dasarnya adalah :
 1.  Membersihkan hati dan batin dan membentuk hati yang tulus dan iklas.
 2.  Hidup sederhana dan tidak tamak, selalu bersyukur atas apa yang dimiliki.
 3.  Mengurangi makan dan tidur.
 4.  Tidak melulu mengejar kesenangan hidup.
 5.  Menjaga sikap eling lan waspada.

Di dalam tradisi spiritual kejawen, seorang penghayat kejawen biasa melakukan puasa dan laku prihatin dengan hitungan hari tertentu, biasanya disesuaikan dengan kalender jawa, misalnya puasa senin-kamis, wetonan, selasa kliwon, jum'at kliwon, dsb. 

Puasa tersebut dimaksudkan untuk menjadikan hidup mereka lebih 'bersih' dan keberkahan, sekaligus juga bersifat kebatinan, yaitu untuk memelihara kepekaan batin dan memperkuat hubungan mereka dengan saudara kembar gaib mereka yang biasa disebut 'Sedulur Papat', sehingga puasa itu juga untuk memelihara  'berkah'  indera keenam seperti peka firasat, peka terhadap petunjuk gaib / pertanda, peka tanda-tanda alam, dsb. 

Laku prihatin pada prinsipnya adalah perbuatan sengaja untuk menahan diri  terhadap kesenangan-kesenangan, keinginan-keinginan dan nafsu / hasrat yang tidak baik dan tidak bijaksana dalam kehidupan. Laku prihatin juga dimaksudkan sebagai upaya menggembleng diri untuk mendapatkan  'ketahanan'  jiwa dan raga dalam menghadapi gelombang-gelombang dan kesulitan hidup. Orang yang tidak biasa laku prihatin, tidak biasa menahan diri, akan merasakan beratnya menjalani laku prihatin. 

Laku prihatin dapat dilihat dari sikap seseorang yang menjalani hidup ini secara tidak berlebih-lebihan. Idealnya, hidup ini dijalani secara proporsional, selaras dengan apa yang benar-benar menjadi kebutuhan hidup, dan tidak melebihi batas nilai kepantasan atau kewajaran (tidak berlebihan dan tidak pamer). Walaupun kepemilikan kebendaan seringkali dianggap sebagai ukuran kualitas dan keberhasilan hidup seseorang, dan sekalipun seseorang sudah jaya dan berkecukupan, laku prihatin dapat dilihat dari sikapnya yang menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, tidak pantas, tidak bijaksana, dan menahan diri dari perilaku konsumtif berlebihan. Menjalani laku prihatin juga tidak sama dengan terpaksa menahan diri karena hidup yang serba kekurangan. 

Laku prihatin melandasi perbuatan yang bermoral.


Prihatinnya Orang Miskin Harta. 
Walaupun seseorang kekurangan harta, tetapi dia tidak mengisi hidupnya dengan kesedihan, rasa iri dan dengki dan tidak mengejar kekayaan dengan cara tercela. Tetap hidup sederhana sesuai kebutuhannya dan tidak menginginkan sesuatu yang bukan miliknya. Walaupun tidak dapat memenuhi keinginan kebendaan duniawi secara berlebihan, tetapi tetap menjalani hidup dengan rasa menerima dan bersyukur. Dan sekalipun menolong dan membantu orang lain, tetapi dilakukan tanpa pilih kasih dan tanpa pamrih kebendaan, dengan demikian hidupnya juga memberkahi orang lain.
Filosofinya : makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan (hewan). Urip iku mung mampir ngumbe thok.
Hidup seperlunya saja sesuai kebutuhan, bukannya mengejar / menumpuk harta atau apapun juga yang nantinya toh tidak akan dibawa mati ke dalam kubur.
Sekalipun mereka miskin harta, tetapi kaya di hati, sugih tanpa bandha. Berbeda dengan orang yang berjiwa miskin, yang sekalipun sudah berkecukupan harta, tetapi selalu merasa takut miskin, dan akan melakukan apa saja, termasuk perbuatan yang tercela, untuk terus menambah kekayaannya. 

Prihatinnya Orang Kaya Harta. 
Walaupun seseorang berlebihan harta, tetapi tidak mengisi hidupnya dengan kesombongan dan hidup bermewah-mewahan. Tetap hidup sederhana sesuai kebutuhannya dan tidak memenuhi segala keinginan melebihi apa yang menjadi kebutuhan. 
Seseorang yang kaya berlimpah harta, memiliki banyak benda yang bagus dan mahal harganya dan melakukan pengeluaran yang "lebih" untuk ukuran orang biasa, bukan selalu berarti tidak menjalani laku prihatin. Namun hidup yang bermewah-mewahan sama saja dengan hidup berlebih-lebihan (melebihi apa yang menjadi kebutuhan), inilah yang disebut tidak menjalani laku prihatin. 
Orang kaya harta, yang selalu mengsyukuri kesejahteraannya, akan tampak dari sikap hatinya yang selalu memberi 'lebih' kepada orang-orang yang membutuhkan pemberiannya, bukan sekedar memberi, walaupun perbuatannya itu tidak ada yang melihat. Dan semua kewajibannya, duniawi maupun keagamaan, yang berhubungan dengan hartanya akan dipenuhinya, seperti yang seharusnya, tidak ada yang dikurangkan.

Prihatinnya Orang Kaya Ilmu.
Orang kaya ilmu, baik ilmu pengetahuan maupun ilmu spiritual, akan menjalani laku prihatin dengan cara memanfaatkan ilmunya tidak untuk kesombongan dan kejayaan dan kepentingan dirinya sendiri, dan tidak untuk membodohi atau menipu orang lain, tetapi dimanfaatkan juga untuk menolong orang lain dan membaginya kepada siapa saja yang layak menerimanya, tanpa pamrih kehormatan atau upah. 

Prihatinnya Orang Berkuasa.
Seorang penguasa hidup prihatin dengan menahan kesombongannya, menahan hawa nafsu sok kuasa, dan tidak memanfaatkan kekuasaannya untuk kejayaan diri sendiri dan keluarganya saja. Kekuasaan dijadikan sarana untuk menciptakan kesejahteraan bagi para bawahan dan masyarakat yang dipimpinnya. Kekuasaan dimanfaatkan untuk menciptakan negeri yang adil dan makmur, gemah ripah loh jinawi, tata titi tentrem kerta raharja, sebagaimana layaknya seorang negarawan sejati. 
Seorang politikus hidup prihatin dengan tidak hanya membela kepentingannya, kelompoknya atau golongannya sendiri, atau untuk mencari popularitas, menggoyang pemerintahan yang ada, tetapi digunakan untuk mendukung pemerintahan yang ada dan meluruskan jalannya pemerintahan yang keliru, yang menyimpang, untuk kepentingan rakyat banyak. 
Seorang aparat negara, aparat keamanan atau penegak hukum, hidup prihatin dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban tugasnya dengan semestinya dan tidak menyalahgunakan kewenangannya untuk menindas, memeras, atau berpihak kepada pihak-pihak tertentu dan merugikan pihak yang lain, mencukupkan dirinya dengan gajinya dan menambah rejeki dengan cara-cara yang halal, tidak mencuri, tidak memeras, tidak meminta / menerimasogokan. 


Orang jawa bilang intinya kita harus selalu eling lan waspada. Selalu ingat Tuhan. Tetapi biasanya manusia hanya mengejar kesuksesan saja, keberhasilan, keberuntungan, dsb, tapi tidak tahu pengapesannya.

Sering dikatakan orang-orang yang selalu ingat Tuhan dan menjaga moralitas, seringkali hidupnya banyak godaan dan banyak kesusahan. Kalau eling ya harus tulus, jangan ada rasa sombong, jangan merasa lebih baik atau lebih benar dibanding orang lain, jangan ada pikiran jelek tentang orang lain, karena kalau kita bersikap begitu sama saja kita bersikap negatif dan menumbuhkan aura negatif dalam diri kita. Aura negatif akan menarik hal-hal yang negatif juga, sehingga kehidupan kita juga akan banyak berisi hal-hal yang negatif. Di sisi lain kita juga harus sadar, bahwa orang-orang yang banyak menahan diri, membatasi perbuatan-perbuatannya, seringkali menjadi kurang greget, kurang kreatif dan yang didapatnya juga akan lebih sedikit dibandingkan orang-orang yang tidak menahan diri. Itulah resikonya menahan diri. Tetapi mereka yang sadar pada kemampuan dan potensi diri, peluang-peluang, dsb, dan dapat memanfaatkannya dengan tindakan nyata, akan juga dapat menghasilkan banyak, tanpa harus lupa Tuhan dan merusak moralitasnya.

Di sisi lain sering dikatakan orang-orang yang tidak ingat Tuhan atau tidak menjaga moralitas, seringkali kelihatan hidupnya lebih enak. Bisa terjadi begitu karena mereka tidak banyak beban, tidak banyak menahan diri, apa saja akan dilakukan walaupun tidak baik, walaupun tercela. Beban hidupnya lebih ringan daripada yang menahan diri. Mereka bisa mendapatkan lebih banyak, karena mereka tidak banyak menahan diri.

Di luar pandangan-pandangan di atas, sebenarnya, jalan kehidupan masing-masing mahluk, termasuk manusia, sudah ada garis-garis besarnya, sehingga bisa diramalkan oleh orang-orang tertentu yang bisa meramal. Tinggal masing-masing manusianya saja dalam menjalani kehidupannya, apakah akan banyak eling dan menahan diri, ataukah akan mengumbar keduniawiannya.



Dalam tradisi jawa, laku prihatin dan tirakat adalah bentuk upaya spiritual / kerohanian seseorang dalam bentuk keprihatinan jiwa dan raga, ditambah dengan laku-laku tertentu, untuk tujuan mendapatkan keberkahan dan keselamatan hidup, kesejahteraan lahiriah maupun batin, atau juga untuk mendapatkan keberkahan tertentu, suatu ilmu tertentu, kekayaan, kesaktian, pangkat atau kemuliaan hidup. Laku prihatin dan tirakat ini, selain merupakan bagian dari usaha dan doa kepada Tuhan, juga merupakan suatu 'keharusan' yang sudah menjadi tradisi, yang diajarkan oleh para pendahulu mereka. 

Ada pepatah, puasa adalah makanan jiwa. Semakin gentur laku puasa seseorang, semakin kuat jiwanya, sukmanya. 

Laku puasa yang dilakukan sebagai kebiasaan rutin akan membentuk kebatinan manusia yang kuat untuk bisa mengatasi belenggu duniawi lapar dan haus, mengatasi godaan hasrat dan nafsu duniawi, dan menjadi upaya membersihkan hati dan mencari keberkahan pada jalan hidup. Akan lebih baik bila sebelum dan selama melakukan laku tersebut selalu berdoa niat dan tujuannya, mendekatkan hati dengan Tuhan, jangan hanya dijadikan kebiasaan rutin saja.

Berat-ringannya suatu laku kebatinan bergantung pada kebulatan tekad sejak awal sampai akhir. Bentuk laku yang dijalani tergantung pada niat dan tujuannya. Diawali dengan mandi keramas / bersuci, menyajikan sesaji sesuai yang diajarkan dan memanjatkan doa tentang niat dan tujuannya melakukan laku tersebut dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan jahat dan tercela. Ada juga yang melakukannya bersama dengan laku berziarah, atau bahkan tapa brata, di tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti di gunung, makam leluhur / orang-orang linuwih, hutan / goa / bangunan yang wingit, dsb. 


Ada beberapa bentuk formal laku prihatin dan tirakat, misalnya :

1. Puasa, tidak makan dan minum atau berpantang makanan tertentu.
    Jenisnya :
      -  Puasa Senin-Kamis, yaitu puasa tidak makan dan minum setiap hari Senin dan Kamis.
      -  Puasa Weton, puasa tidak makan / minum setiap hari weton (hari+pasaran) kelahiran seseorang.
      -  Puasa tidak makan apa-apa, boleh minum hanya air putih saja.
      -  Puasa Mutih, tidak makan apa-apa kecuali nasi putih dan air putih saja.
      -  Puasa Mutih Ngepel, dari pagi sampai mahgrib tidak makan dan minum, untuk sahur dan buka puasa
         hanya 1 kepal nasi dan 1 gelas air putih.
      -  Puasa Ngepel, dalam sehari hanya makan satu atau beberapa kepal nasi saja.
      -  Puasa Ngeruh, hanya makan sayuran atau buah-buahan saja, tidak makan daging, ikan, telur, terasi, dsb.
      -  Puasa Nganyep, hampir sama dengan Mutih, tetapi makanannya lebih beragam asalkan tidak
         mempunyai rasa, yaitu tidak memakai bumbu pemanis, cabai dan garam.
      -  Puasa Ngrowot, dilakukan dari subuh sampai maghrib. Saat sahur dan buka puasa hanya makan buah-
         buahan dan umbi-umbian yang sejenis saja, maksimal 3 buah.
      -  Puasa Ngebleng, tidak makan dan minum selama sehari penuh siang dan malam, atau beberapa hari
         siang dan malam tanpa putus, biasanya 1 - 3 hari.

2.  Menyepi dan berdoa di dalam rumah. Tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
3.  Menyepi dan berdoa di makam leluhur / orang-orang linuwih, dan di tempat-tempat yang dianggap keramat, 
     tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
4.  Berziarah dan berdoa di makam leluhur / orang-orang linuwih, dan di tempat-tempat yang dianggap keramat, 
     seperti di gunung, pohon / goa / bangunan yang wingit, dsb. 
5.  Mandi kembang telon atau kembang setaman tujuh rupa.
6.  Tapa Melek, tidak tidur, biasanya 1 - 3 hari. Tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
7.  Tapa Melek Ngalong, biasanya 1 - 7 hari. Siang hari boleh tidur, tetapi selama malam hari tidak tidur, tidak 
     mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
8.  Tapa Bisu dan Lelono, melakukan perjalanan berjalan kaki dan bisu tidak bicara, dari mahgrib sampai pagi, 
     melakukan kunjungan ke makam leluhur / orang-orang linuwih atau ke tempat-tempat keramat dan berdoa. 
9.  Tapa Pati Geni, diam di dalam suatu ruangan, tidak terkena cahaya apapun, selama sehari atau beberapa 
     hari, biasanya untuk tujuan keilmuan. Ada juga yang disebut Tapa Pendem, yaitu puasa dan berdiam di 
     dalam rongga di dalam tanah seperti orang yang dimakamkan, biasanya selama 1 - 3 hari.
10.Tapa Kungkum, ritual berendam di sendang atau sungai, terutama di pertemuan 2 sungai (tempuran sungai), 
     selama beberapa malam berturut-turut dan tidak boleh tertidur, dengan posisi berdiri atau duduk bersila 
     di dalam air dengan kedalaman air setinggi leher atau pundak.


Laku prihatin dan tirakat nomor 1 sampai 5 adalah yang biasa dilakukan orang Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan kombinasi nomor 1 sampai 10  dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan tertentu yang bersifat khusus, biasanya supaya mendapatkan berkah tertentu, atau untuk tujuan keilmuan.

Tidak hanya dalam kehidupan keseharian, laku-laku kebatinan di atas juga seringkali dilakukan sebelum seseorang melakukan suatu kegiatan / usaha yang dianggap penting dalam kehidupannya, seperti akan memulai suatu usaha ekonomi, akan pergi merantau, akan melangsungkan hajatan pernikahan, dsb. Bahkan sudah biasa bila orang-orang tua berpuasa untuk memohonkan keberhasilan kehidupan dan usaha anak-anaknya.

Masing-masing bentuk laku prihatin dan tirakat mempunyai kegunaan dan kegaiban sendiri-sendiri yang dapat dirasakan oleh para pelakunya, dan mempunyai kegaiban sendiri-sendiri dalam membantu mewujudkan tujuan laku pelakunya.

Puasa weton terkait dengan kepercayaan dan kegaiban sukma (kepercayaan pada kebersamaan roh sedulur papat). Biasanya dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan yang sifatnya penting, dan untuk menjaga kedekatan hubungan dengan para roh sedulur papat dan restu pengayoman dari para leluhur, supaya kuat sukmanya, selalu peka rasa dan batin, peka firasat, hidupnya keberkahan dan lancar segala urusannya. Puasa weton tidak bisa disamakan, digantikan atau ditukar dengan puasa bentuk lain, karena sifat dan kegaibannya berbeda. 


Sesuai ajaran kejawen, sebelum melaksanakan puasa berdoalah di luar rumah menghadap ke timur.  Begitu juga pada malam hari selama berpuasa, berdoalah di luar rumah menghadap ke timur. Setelah selesai berpuasa berdoa juga mengucap syukur karena telah diberi kekuatan sehingga dapat menyelesaikan puasanya. Lebih baik lagi jika diawali atau ditutup dengan mandi kembang untuk membersihkan diri dari aura-aura negatif di dalam tubuh.

Untuk keperluan sehari-hari, misalnya untuk mempermudah jalan hidup, cukup puasa weton 1 hari (1 hari 1 malam), atau puasa Senin - Kamis saja, atau bisa juga mandi kembang saja (bisa hari apa saja sekali sebulan).

Dalam hal menjaga supaya kehidupannya selalu 'keberkahan' dan dijauhkan dari kesulitan-kesulitan, puasa ngebleng adalah yang terbaik. Biasanya dilakukan selama 1 hari 1 malam pada hari weton kelahiran seseorang.

Untuk keperluan sehari-hari untuk mempermudah jalan hidup dan mengejar sesuatu yang diinginkan, misalnya untuk kemantapan bekerja dan perbaikan posisi / karir, cukup puasa weton 1 hari saja secara rutin setiap bulan. Lebih baik lagi jika disertai dengan mandi kembang untuk membersihkan diri dari aura-aura negatif di dalam tubuh.

Dalam hal keinginan terkabulnya suatu hajat / keinginan khusus, sesuatu yang tidak terjadi setiap hari, yang biasa dilakukan adalah puasa ngebleng 3 hari 3 malam pada hari weton kelahiran seseorang.

Dalam hal keinginan terkabulnya suatu keinginan khusus yang disertai nazar, yang biasa dilakukan adalah puasa ngebleng 3 hari 3 malam pada hari weton kelahiran seseorang, dilakukan selama 7 kali (7 bulan) berturut-turut tanpa putus dan ditutup dengan suatu ritual dan sesaji penutup, atau acara tumpengan syukuran. 

Dalam hal mencari suatu petunjuk gaib / wangsit, puasa ngebleng adalah yang terbaik.  Biasanya dilakukan selama 3 hari 3 malam tanpa putus, hari Selasa atau Jum'at Kliwon dijepit di tengah, dan berdoa di malam hari di tempat terbuka menghadap ke timur. 


Untuk melengkapi pengetahuan tentang sifat-sifat hari, di bawah ini ada beberapa petunjuk :

Bulan Besar atau Bulan Haji adalah bulan yang paling baik untuk semua keperluan, untuk memulai usaha, pindah rumah atau pun perkawinan.

Bulan Maulud adalah bulan yang paling baik untuk semua keperluan yang bersifat sakral, untuk ritual bersih diri, ruwatan nasib / sengkala, ritual syukuran, ritual bersih desa, menjamas keris, mandi kembang, berziarah, dsb.

Bulan Sura (Suro) adalah bulan yang paling  tidak baik  untuk semua keperluan, memulai usaha, pindah rumah atau pun perkawinan. Bulan Sura paling baik digunakan untuk upaya bersih diri dan lingkungan. 

Bulan Sura umumnya diisi dengan ritual bersih diri / ruwatan, membersihkan rumah dan pusaka, dsb. 
Upaya bersih diri / ruwatan pribadi dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan cara mandi kembang dan doa memohon supaya dilapangkan / dibukakan jalan hidup dan dijauhkan dari segala macam bentuk kesulitan. Sebaiknya juga dilengkapi dengan membersihkan rumah dan lingkungannya, baik yang bersifat fisik maupun gaib.

Jika anda memiliki pusaka, pada bulan Sura ini terhadap pusaka itu tidak harus dilakukan penjamasan, tapi cukup dibersihkan saja dan diberikan sesaji dan disugestikan supaya pusakanya memberikan bantuan yang positif dan disugestikan supaya membantu membersihkan segala sesuatu yang bersifat negatif.

Bagi yang ingin mengadakan suatu hajat di bulan Suro, sebenarnya sih boleh-boleh saja, terserah invidunya, tetapi secara spiritual memang dianjurkan untuk tidak mengadakan hajat pernikahan, memulai usaha ekonomi, pindah ke rumah baru atau hajat lain yang bersifat jangka panjang di bulan Suro.

Pada Bulan Suro kondisi alam gaib di pulau Jawa memancarkan aura yang tidak baik, dan dihawatirkan semua hajat yang dilakukan pada bulan Suro akan membawa pengaruh yang tidak baik, seperti dipenuhi hawa kebencian dan permusuhan, pertengkaran, sakit-penyakit, apes / kesialan, dsb.

Pengaruh gaib bulan Suro hanya berlaku kepada orang Jawa di pulau Jawa saja dan pengaruhnya itu bisa bersifat jangka panjang, karena pengaruhnya itu akan menyatu dengan sukma manusia.



 Penting :

Orang-orang yang sering melakukan laku puasa (termasuk puasa weton), biasanya kekuatan sukmanya akan meningkat. Orang-orang yang sering melakukan laku prihatin dan tirakat biasanya juga akan banyak menerima interaksi dari roh-roh lain, disadari ataupun tidak. Roh-roh itu bisa berasal dari lingkungan tempatnya berada, atau dari lingkungan tempat-tempat yang dikunjunginya (misalnya berziarah), atau juga dari roh-roh leluhur. 

Selain yang bersifat puasa ngebleng, jenis puasa lain biasanya tidak banyak berpengaruh positif terhadap kekuatan sukma, pengaruhnya lebih banyak dirasakan bersifat fisik dan psikologis, terutama ketahanan fisik untuk terbiasa menahan rasa lapar dan haus, tetapi tidak diimbangi dengan meningkatnya kekuatan sukma. Jika orang-orang tersebut tidak terbiasa olah energi (misalnya pelatihan olah nafas tenaga dalam), pada orang-orang tersebut seringkali terjadi tubuhnya "meradang", tubuhnya memancarkan hawa panas, karena adanya ketidak-stabilan pasokan energi dari makanan, yang efeknya kurang baik untuk kesehatan, karena bisa menyebabkan sakit panas dalam dan mengundang sakit-penyakit yang berkaitan dengan sakit panas dalam, seperti flu, batuk, pilek, radang tenggorokan, dsb.Bagi orang-orang tersebut, sebaiknya sering melakukan mandi kembang, lebih bagus lagi kalau berendam di air kembang, untuk membersihkan aura-aura negatif yang berasal dari dirinya sendiri ataupun aura negatif yang menempel di tubuhnya yang berasal dari tempat lain, supaya terselaraskan menjadi positif. Dan bagi yang sering berpuasa, gunanya mandi kembang bagi mereka juga sama, jangan sampai bertambah kuatnya sukmanya juga menambah kuat aura-aura negatif di dalam dirinya. Mandi kembang ini juga berguna supaya pancaran panas tubuh menjadi lebih adem dan mengurangi efek panas dalam.

Sebelum digunakan mandi, biarkan selama 1 menit kembang-kembang itu terendam di dalam air, kemudian diaduk supaya aura energinya larut merata di dalam air. 




 Puasa Ngebleng.
Puasa umumnya dimulai saat subuh dan buka puasa saat mahgrib. Malam harinya bebas makan dan minum.
Puasa 1 hari, berarti selama 1 hari berpuasa dari subuh sampai mahgrib, malam harinya bebas makan-minum.
Puasa 3 hari, berarti selama 3 hari berpuasa dari subuh sampai mahgrib, malam harinya bebas makan-minum.
Puasa 7 hari, berarti selama 7 hari berpuasa dari subuh sampai mahgrib, malam harinya bebas makan-minum.

Puasa ngebleng tidak seperti itu.
Puasa ngebleng secara sederhana bisa disebut puasa penuh 1 hari 1 malam. 
Puasa ngebleng 1 hari berarti puasa penuh 1 hari 1 malam berturut-turut tanpa putus tidak makan dan minum.
Puasa ngebleng 3 hari berarti puasa penuh 3 hari 3 malam berturut-turut tanpa putus tidak makan dan minum.
Puasa ngebleng 7 hari berarti puasa penuh 7 hari 7 malam berturut-turut tanpa putus tidak makan dan minum.


Apa benar ada puasa ngebleng 7 hari 7 malam berturut-turut tanpa putus ?   Ada yang sanggup ?
Bagaimana dengan puasa ngebleng 40 hari 40 malam berturut-turut tanpa putus.  Siapa yang sanggup ?

Ketika seseorang berpuasa ngebleng, pada hari pertama puasanya dia akan merasakan panas, lapar dan haus, sama dengan yang dialami orang lain yang menjalani laku puasa biasa.
Pada hari kedua, orang tersebut akan merasakan tubuhnya panas, mungkin juga sampai menyebabkannya sulit tidur di malam hari karena panasnya tubuhnya. Karena tidak juga ada makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuhnya, pada hari kedua itu tubuhnya mulai membakar cadangan makanan yang ada dalam tubuhnya, air, lemak, protein, gula, dsb, untuk dikonversi menjadi energi dan zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh sel-sel tubuhnya.
Pada hari ketiga, panas tubuhnya mereda dan berkurang, rasa lapar dan haus hilang. Yang terasa hanya tubuhnya saja yang lemas karena perutnya kempis tak terisi makanan. 

Puasa ngebleng pada hari ketiga itu, yang dilakukan oleh orang-orang yang bersamadi atau menyepi (walaupun di dalam rumah), tidak menonton hiburan, tidak mendatangi tempat-tempat keramaian, dan tekun berdoa / berzikir / wirid, kegaiban sukmanya akan kuat sekali dan akan memancar cukup jauh. Kegaiban itu kuat sekali sampai bisa menarik perhatian dari roh-roh leluhurnya, sehingga disadari ataupun tidak, banyak leluhurnya yang mendatangi orang tersebut untuk mengetahui apa tujuan dari lakunya itu dan akan berusaha membantu mewujudkan hajat niat dan keinginannya.

Pada hari ketiga itu, disadari ataupun tidak, roh sukma orang tersebut telah menguat, dan memancarkan aura kekuatan gaib yang menyebabkan roh-roh gaib tidak tahan berada di dekatnya. Berbeda dengan puasa pada orang-orang yang menjalani ilmu gaib dan ilmu khodam yang kondisi berpuasanya dapat mengundang roh-roh gaib untuk datang mendekat, puasa ngebleng ini justru pancaran gaib kekuatan sukmanya akan mengusir keberadaan roh-roh gaib lain dari tubuhnya dan dari sekitar orang itu berada.

Itu baru puasa ngebleng 3 hari, belum yang 7 hari, apalagi puasa ngebleng 40 hari seperti yang biasa dilakukan oleh tokoh-tokoh kebatinan dan pertapa jaman dulu. Orang-orang yang terbiasa melakukan puasa itu, seperti tokoh-tokoh kebatinan dan pertapa jaman dulu, akan memiliki kekuatan sukma yang luar biasa, yang bahkan pancaran energi kekuatan sukmanya menyebabkan roh-roh gaib kelas atas setingkat dewa dan buto pun tidak tahan berada di dekatnya dan tidak akan berani datang mendekat untuk maksud menyerang.Pancaran kekuatan sukma orang-orang itu saat sedang menjalankan laku puasa dan tapa bratanya sangat menghebohkan alam gaib. Di pewayangan pun diceritakan ketika ada seseorang yang gentur dalam laku puasa, tapa brata dan semadinya, kondisinya menyebabkan kahyangan panas dan goncang, dan menyebabkan para dewa tidak tahan, sampai-sampai para dewa mengutus dewa lain atau bidadari untuk menghentikan / menggagalkan tapa brata orang tersebut, dan mereka akan memberikan apa saja yang diinginkan orang itu asal mau menghentikan tapanya.

Karena itu dalam melakukan puasa ngebleng orang-orang jaman dulu akan melakukannya dengan cara menyepi, di dalam rumah, di goa, di hutan atau di gunung, supaya tidak ada yang mengganggu. 

Kekuatan kegaiban sukma orang-orang itu luar biasa sekali, sehingga pada jaman dulu banyak tokoh-tokoh kebatinan dan pertapa yang bukan hanya linuwih dan waskita dan mumpuni dalam ilmu kesaktian, tetapi juga menjadikan sukma mereka penuh dengan muatan gaib, sehingga kemampuan moksa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh kebatinan jaman dulu, berpindah bersama raganya ke alam roh tanpa melalui proses kematian, adalah sesuatu yang biasa. Bahkan banyak yang melakukan tapa brata dalam rangka mandito meninggalkan keduniawiannya, kemudian moksa dengan sendirinya dalam kondisi bertapa.

Orang-orang itu, karena kekuatan gaib sukmanya, tidak lagi membutuhkan khodam mahluk halus untuk kekuatan ilmunya. Kekuatan dan kegaiban sukmanya-lah yang melakukannya. Tetapi jika ada sesosok gaib yang mau datang untuk menjadi khodam pendampingnya, maka hanya gaib-gaib yang setingkat dengan kekuatan sukmanya saja yang akan datang menjadi pendampingnya, bukan gaib-gaib umum kelas rendah yang tidak tahan dengan pancaran energi kekuatan sukmanya.


Puasa ngebleng melambangkan kekuatan tekad dan niat seseorang untuk terkabulnya suatu keinginan. Bahkanbanyak orang pada jaman dulu yang melakukan tapa dan puasa ngebleng, tidak akan menghentikan tapa bratanya sebelum hajat keinginannya terkabul (sampai turun wangsit bahwa permintaannya dikabulkan).

Puasa ngebleng terkait dengan kekuatan dan kegaiban sukma manusia. Karena itu kegaiban dalam puasa ngebleng tidak dapat dibandingkan / disamakan atau ditukar dengan puasa bentuk lain. Semakin gentur laku puasa seseorang, semakin kuat sukmanya dan semakin kuat kegaibannya. Puasa ngebleng banyak dilakukan oleh orang-orang yang bergelut dalam dunia kebatinan / spiritual dan tapa brata.

Puncak kekuatan sukmanya hanya terjadi pada saat seseorang berpuasa ngebleng, sedangkan pada hari-hari selanjutnya kalau sudah tidak lagi melakukan puasa, maka kekuatan sukmanya itu akan menurun lagi. Karena itu para pelaku kebatinan dan keilmuan kebatinan jaman dulu menjadikan laku puasa ngebleng ini sebagai ritual yang akan selalu dilakukan secara berkala. Juga dalam melatih keilmuannya atau ketika menekuni suatu ilmu baru kesaktian / kebatinan akan dilakukannya sambil berpuasa, sehingga kekuatan dan kegaiban ilmunya tinggi.

Tetapi jika puasa ngebleng itu dilakukan oleh orang-orang yang masih awam dalam ilmu kegaiban, mungkin kegaiban dari kekuatan sukmanya itu tidak akan banyak dirasakannya. Walaupun begitu, pancaran kekuatan sukmanya itu akan menjauhkannya dari roh-roh gaib yang sifatnya mengganggu, dan sisi lain dari kegaiban sukmanya akan membuat kekuatan niat / tekad dalam keinginan-keinginannya menjadi lebih mudah terwujud dan ketajaman dan kepekaan batinnya akan semakin tinggi.

Tetapi karena semakin banyaknya orang yang meninggalkan dunia kebatinan, maka puasa ngebleng inipun semakin ditinggalkan. Bahkan para praktisi ilmu gaib dan ilmu khodam seringkali mempermudah laku puasanya. Misalnya untuk mendapatkan suatu ilmu gaib tertentu cukup puasa biasa saja dari subuh sampai mahgrib, atau hanya puasa berpantang makanan tertentu saja, yang dilakukan selama 3 hari, 7 hari, 21 hari, atau 40 hari, dan selama berpuasa itu malam harinya diharuskan mewirid amalan gaibnya.

Selama berpuasa di atas pada malam harinya diharuskan mewirid amalan gaibnya tujuannya adalah sebagai usaha melatih memperkuat kemampuan seseorang dalam mengsugesti ilmu gaib. Dengan berhari-hari mewirid suatu amalan gaib diharapkan kemampuan seseorang dalam mengsugesti ilmu gaibnya akan kuat dan hapal mantranya diluar kepala. 

Selama orang itu berpuasa dan berzikir / wirid, tubuhnya akan memancarkan energi tertentu dan pikirannya akan memancarkan gelombang pikiran tertentu. Pancaran energi tubuh dan gelombang pikiran inilah yang seringkali mengundang datangnya suatu sosok mahluk halus tertentu kepada manusia. Keberadaan sosok halus itu kemudian dapat menjadi khodam ilmu gaibnya, menjadi sumber kekuatan gaibnya, sehingga walaupun kemudian sudah tidak lagi rajin berpuasa dan tidak lagi rajin mewirid amalan ilmunya, selama khodamnya bersamanya, kapan saja ilmu itu diamalkan tetap akan berfungsi. Jadi bisa juga dikatakan, untuk dengan sengaja mengundang suatu sosok gaib untuk datang menjadi khodam pendamping, maka cara puasanya adalah puasa bentuk ini.Hanya saja kita harus teliti dan waspada mengenai siapa sosok halus yang datang mendampingi kita itu.



  Puasa Weton.
Puasa weton adalah salah satu jenis puasa ngebleng yang dilakukan pada hari kelahiran seseorang, yangperhitungan waktu mulai berpuasa dan menutup puasa dilakukan berdasarkan perhitungan hari dalam kalender jawa.

Puasa weton (wetonan) adalah puasa untuk memperingati hari kelahiran seseorang sesuai laku dalam budaya jawa. 

Puasa weton terkait dengan kekuatan dan kegaiban sukma (roh pancer dan sedulur papat). Biasanya dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan yang sifatnya penting, dan untuk menjaga kedekatan hubungan dengan roh sedulur papat dan restu pengayoman dari para leluhur, supaya kuat sukmanya, selalu peka rasa dan batin, peka firasat, peka bisikan gaib, hidupnya keberkahan dan lancar segala urusannya. 
Puasa weton terkait dengan kegaiban yang berasal dari sukma manusia sendiri (kegaiban kesatuan roh pancer dan sedulur papat). Puasa weton tidak berhubungan dengan kegaiban roh-roh lain.

Puasa weton tidak bisa disamakan atau diperbandingkan atau ditukar dengan puasa bentuk lain, karena sifat dan kegaibannya berbeda. 

Puasa weton yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak memahami atau tidak meyakini keberadaan roh sedulur papat kegaibannya tidak akan sebaik mereka yang melakukannya dengan landasan kepercayaan pada roh sedulur papat. Keyakinan pada keberadaan dan kebersamaan roh sedulur papat dengan pancer akan memperkuat kegaiban sukma dan memperkuat interaksi roh sedulur papat dan para leluhurnya dengan seseorang. Dalam kehidupannya sehari-hari kekuatan sukma akan membantu dalam kemantapan bersikap, membantu membuka jalan hidup dan menyingkirkan halangan dan kesulitan-kesulitan, dan interaksi sedulur papat akan membantu peka rasa dan firasat, peka bisikan gaib, mendatangkan ide-ide dan ilham, peringatan-peringatan dan jawaban-jawaban permasalahan. 

Sesuai tradisi jawa puasa weton dilakukan dengan berpuasa pada hari kelahiran seseorang (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum'at, Sabtu, Minggu) yang sesuai dengan hari pasaran kelahirannya (pon, pahing, wage, legi dan kliwon). Dengan demikian hari weton kelahiran seseorang akan selalu berulang setiap 35 hari sekali.

Sebagai catatan, dalam penanggalan Jawa, hari dimulai pada pukul 5 sore hari sebelumnya dan akan berakhir pada pukul 5 sore hari yang bersangkutan.
Jadi, batas suatu hari adalah pada pk.5 sore, dan mulainya hari adalah hari sebelumnya pk.5 sore.
Berarti hari Senin dimulai pada hari sebelumnya (Minggu) pk.5 sore dan berakhir pada hari Senin tersebut pk.5 sore.
Hari Senin itu pada pk.6 sore (mahgrib) sudah terhitung sebagai hari Selasa, karena sudah melewati batas hari Senin pk.5 sore.Ada beberapa hitungan hari dalam puasa weton sbb :

1. Puasa weton sehari penuh. 
    Artinya puasanya dilakukan 1 hari Jawa (sehari semalam, 24 jam).
    Puasa weton sehari ini adalah yang secara umum dilakukan dalam budaya masyarakat Jawa.
    Misalnya hari kelahirannya adalah Selasa Pahing, maka puasanya dimulai pada hari sebelumnya, yaitu
    Senin pk.5 sore dan berakhir pada hari Selasa Pahing tersebut pk.5 sore.

2. Puasa weton 3 hari (hari weton dijepit ditengah). 
    Artinya puasanya dilakukan selama 3 hari Jawa terus-menerus tanpa putus, yaitu puasa pada hari weton
    ditambah 1 hari sebelumnya dan 1 hari sesudahnya, sehingga total puasa menjadi 3 hari Jawa terus-menerus.
    Puasa weton 3 hari biasanya dilakukan untuk harapan terkabulnya suatu keinginan khusus yang tidak terjadi
    setiap hari.
    Misalnya kelahiran Rabu Kliwon, 
    maka puasanya dilakukan selama 3 hari, yaitu Selasa, Rabu Kliwon dan Kamis terus-menerus tanpa putus.
    Hari Selasa dimulai pada hari sebelumnya, yaitu hari Senin pk.5 sore.
    Hari Kamis berakhir pada pk. 5 sore hari.
    Jadi puasa weton 3 hari itu dimulai pada hari Senin pk.5 sore dan berakhir pada hari Kamis pk. 5 sore terus-
    menerus tanpa putus siang dan malam.

3. Puasa weton 3 hari selama 7 kali berturut-turut. 
    Artinya, puasanya dilakukan selama 3 hari Jawa terus-menerus tanpa putus yang dilakukan selama 7 kali
    berturut-turut tanpa putus (selama 7 bulan berturut-turut). 
    Jenis puasa ini biasanya dilakukan untuk harapan terkabulnya suatu keinginan khusus yang bukan sesuatu
    yang biasa terjadi sehari-hari dan waktu pencapaiannya agak panjang (pada masa depan), atau untuk
    keinginan terkabulnya suatu keinginan khusus yang berat, yang kadarnya tinggi, yang bagi seseorang sulit
    untuk dicapai (biasanya disertai nazar), sehingga diperlukan suatu  laku tambahan  demi terkabulnya
    keinginannya itu, yaitu puasa ngebleng 3 hari 3 malam pada hari weton kelahiran seseorang, dan dilakukan
    selama 7 kali (7 bulan) berturut-turut tanpa putus dan ditutup dengan suatu ritual dan sesaji penutup
    (tumpengan), atau acara syukuran. 


Sesuai ajaran kejawen, sebelum melaksanakan puasa berdoalah di luar rumah menghadap ke timur.  Begitu juga pada malam hari selama berpuasa, berdoalah di luar rumah menghadap ke timur. Setelah selesai berpuasa berdoa juga mengucap syukur karena telah diberi kekuatan sehingga dapat menyelesaikan puasanya.
Puasa weton menjadi sempurna setelah pada penutupan puasa dilakukan pemberian sesaji untuk roh sedulur papat dan pancer sebagai berikut (salah satu) :
1. Paling baik, mandi kembang telon (kembang tujuh rupa / setaman lebih baik), yaitu mandi guyuran
    air kembang dari kepala basah semua sampai ke kaki.
2. Kedua terbaik, makanan jajan pasar 7 macam, dimakan sebagai makanan buka puasa.
3. Bubur merah putih, yaitu bubur tepung beras (bubur sumsum) yang diberi gula jawa cair, dimakan sebagai 
    makanan buka puasa.


Puasa weton ini menjadi sarana pemberian perhatian kepada roh sedulur papat dan menjadi sarana memperkuat kesatuan antara seseorang dengan roh sedulur papat dan para leluhurnya. 
Bagi yang tidak sempat menjalankan puasanya, atau berhalangan, cukup melakukan mandi kembang saja, bisa pagi hari, siang, ataupun sore hari.
(Informasi selengkapnya tentang Sedulur Papat silakan dibaca :  Sedulur Papat Kalima Pancer ).Puasa weton (wetonan) adalah salah satu laku budaya kebatinan yang sudah umum dilakukan dalam masyarakat jawa. Tetapi sehubungan dengan adanya pengaruh budaya Islam dalam masyarakat jawa, orang-orang jawa yang masih melakukan puasa weton ini tidak lagi melakukannya sesuai aslinya dalam ajaran jawa, yaitu dengan puasa ngebleng, tetapi melakukan puasanya sama dengan puasa biasa, yaitu puasa dari subuh sampai mahgrib. Sekalipun bentuk laku puasa itu masih memberikan kegaiban, tetapi sudah tidak lagi besar seperti seharusnya, bahkan karenanya banyak juga yang tidak lagi dapat merasakan kegaibannya sehingga kemudian tidak lagi melakukannya, dan kemudian digantikan dengan puasa Senin - Kamis, puasa mutih, atau puasa berpantang makanan tertentu saja.




 Pemahaman Kebatinan Laku Prihatin dan Tirakat

Semua bentuk laku prihatin dan tirakat hanya akan bermanfaat jika ada maksud dan tujuannya, kalau tidak ya hanya akan menyiksa tubuh saja, hanya lapar dan haus saja. Karena itu sebelum dan selama melakukan laku tersebut harus selalu fokus pada tujuan lakunya dan berdoa niat dan tujuannya. 

Suatu laku puasa yang dilakukan tanpa tujuan khusus, tetapi dilakukan sebagai kebiasaan rutin, akan menjadi upaya memperkuat kebatinan manusia, supaya kuat sukmanya, bisa mengatasi belenggu duniawi lapar dan haus, mengatasi godaan hasrat dan nafsu duniawi, dan sebagai upaya membersihkan hati dan mencari keberkahan pada jalan hidup. Hasilnya akan lebih baik lagi bila sebelum dan selama melakukan laku tersebut selalu berdoa tentang niat dan tujuan / harapan-harapannya. 

Dalam melakukan laku-laku prihatin dan tirakat di atas akan baik sekali bila dilakukan dengan menyendiri / menyepi (di dalam rumah), tidak mendatangi tempat-tempat keramaian dan tidak menonton hiburan, keluar rumah pada malam hari di tempat terbuka dan banyak berdoa. Manfaat dari suatu laku hanya akan didapatkan bila dilakukan dengan niat dan tujuan tertentu. Tanpa adanya niat dan tujuan, maka perbuatan itu hanya akan menjadi perbuatan yang sia-sia. Berdoalah kepada Tuhan memohon tercapainya tujuan dari laku tersebut pada awal dan selama pelaksanaannya.

Diawali dengan bersuci / mandi keramas, atau lebih baik lagi dengan mandi kembang telon atau kembang setaman / kembang tujuh rupa supaya aura dari kembang-kembang tersebut menyelaraskan aura-aura negatif di dalam tubuh agar menjadi positif, menjadi lebih bersih dan lebih bercahaya, yang berguna untuk membantu mempermudah jalan hidup, membuang kesulitan-kesulitan yang berasal dari aura negatif di dalam tubuh, yang sekarang pun banyak diselenggarakan di spa-spa dan salon kecantikan modern. Kembang yang digunakan haruslah yang berbau harum dan masih segar, belum layu, apalagi kering. Sebelum digunakan mandi, biarkan selama 1 menit kembang-kembang itu terendam di dalam air, kemudian diaduk supaya aura energinya larut merata di dalam air. Laku ini dapat dilengkapi dengan laku-laku yang lain yang berguna untuk memperkuat aura positif seseorang dan membuat hidup lebih 'keberkahan'. 
Jangan lupa baca doa niat :
sebelum mandi kembang :
    Ya Allah, niat saya mandi kembang untuk membersihkan diri saya dari pengaruh dan hal-hal negatif dalam 
    diri saya dan untuk ......................
atau niat puasa mutih : 
    Ya Allah, niat saya puasa mutih untuk menguatkan permohonan terkabulnya keinginan saya supaya 
    ................  dan untuk  ..................
atau niat puasa weton : 
    Saudara-saudara kembarku para roh sedulur papat, aku berpuasa untukmu.
    Ya Allah, niat saya puasa weton untuk menguatkan permohonan terkabulnya keinginan saya supaya 
    ................  dan untuk  ..................

   Ya Allah berkahilah saya.
    Amin.



Ada beberapa pertanyaan serupa dari para pembaca mengenai hari, bentuk laku prihatin dan puasa, dan isi doa yang harus dilakukan seseorang untuk masing-masing keperluan / hajatnya. Namun secara inti garis besarnya bisa kami jelaskan sebagai berikut.

Cerita tentang laku prihatin, puasa dan tirakat di atas adalah dalam konteks tradisi masyarakat jawa yang ingin hidupnya selalu keberkahan, selamat dan sejahtera dalam lindungan Tuhan. Jadi bentuk laku puasanya dan hari-hari puasanya adalah berdasarkan tradisi jawa.

Untuk masing-masing orang, Penulis tidak bisa menentukan hari apa yang terbaik suatu laku puasa harus dilakukan, karena semuanya tergantung pada tujuan dari niat dan lakunya. Sebagai acuan, sesuai tradisi jawa, kita bisa melakukannya pada hari weton kelahiran kita sendiri. Tetapi diluar itu, karena bersifat kebatinan, maka sebaiknya kita juga peka rasa, kita sendiri yang menentukan waktu dan bentuk lakunya sesuai panggilan batin kita masing-masing, karena bentuk kegaibannya akan ditentukan oleh kegaiban sukma kita sendiri.

Misalnya, 
  -  Untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, lakunya bisa hari apa saja.
  -  Untuk memenuhi kewajiban beragama, maka lakunya harus sesuai dengan aturan agama.
  -  Untuk mendekatkan diri kepada roh sedulur papat, lakunya hari weton kelahiran.
  -  Untuk mendekatkan diri kepada roh-roh leluhur, lakunya hari weton kelahiran.
  -  Untuk urusan kegaiban, wangsit dan bisikan gaib, roh-roh leluhur atau roh-roh halus lain, lakunya biasanya
     dilakukan pada malam Selasa Kliwon atau Jum'at Kliwon dan disertai bertirakat dengan berdoa di luar rumah
     atau berziarah ke makam-makam atau tempat tertentu.
  -  Untuk mempelajari suatu keilmuan gaib, lakunya sesuai persyaratan ilmunya.
  -  Untuk tujuan keperluan lain, lakunya hari apa saja sesuai keperluannya atau sesuai niat batinnya.


Tujuan laku dan bentuk hajat / keinginan yang ingin terkabul juga sendiri-sendiri. Masing-masing bentuk laku prihatin memiliki kegaiban sendiri-sendiri yang bentuk pelaksanaan lakunya disesuaikan dengan kadar berat / ringannya suatu hajat / keinginan yang ingin terkabul. Semakin berat / tinggi kadar suatu hajat / keinginan, maka lakunya juga seharusnya lebih berat. Dan suatu hajat keinginan yang sifatnya jangka panjang, maka lakunya juga harus dilakukan secara rutin dalam jangka panjang (setiap bulan), bukan hanya sekali atau 2 kali saja.

Misalnya :

 -  Yang kadarnya ringan, untuk kemudahan jalan hidup atau keperluan rutin sehari-hari, cukup secara rutin
    melakukan puasa mutih saja, atau puasa senin - kamis saja, atau puasa berpantang makanan tertentu saja,
    atau puasa weton 1 hari, atau mandi kembang saja.
 -  Untuk keinginan menjaga kelangsungan pekerjaan dan perbaikan posisi / derajat, cukup secara rutin
    melakukan puasa weton 1 hari.
 -  Untuk keinginan khusus yang tidak terjadi setiap hari, misalnya lulus ujian pendidikan, terpilih diterima bekerja
    atau terpilih naik jabatan ketika ada kesempatan naik jabatan, biasanya lakunya puasa ngebleng 3 hari
    (hari apa saja) atau puasa weton 3 hari. 
 -  Untuk keinginan khusus yang berat untuk dicapai (relatif bagi setiap orang) dan waktu pencapaiannya agak
    panjang, misalnya ingin bisa terpilih sebagai bupati / gubernur, bisa cukup menabung untuk memiliki rumah
    sendiri bagi yang belum mempunyai rumah sendiri, ingin bisa mempunyai pabrik / perusahaan sendiri,
    ingin karir bisa naik sampai menjadi kepala kantor, dsb, biasanya lakunya puasa weton ngebleng 3 hari
    selama 7 kali berturut-turut tanpa putus dan ditutup dengan ritual penutup atau tumpengan selametan setelah
    semua puasanya selesai. Biasanya lelaku jenis ini juga disertai nazar (sama dengan sumpah Tan Ayun
    Amuktia Palapa-nya Gajah Mada).

Doa selama berpuasa itu juga tidak perlu muluk-muluk, sederhana saja, doa yang tulus kepada Tuhan, tetapi intinya kita harus menegaskan apa niat dan keinginan yang ingin dicapai, untuk mengarahkan kegaibannya supaya fokus pada tujuan.


Masing-masing jenis laku prihatin mempunyai manfaat sendiri-sendiri yang bisa dirasakan, yang membuat para pelakunya tetap menjalankannya, tetapi manfaat apa yang dirasakan oleh masing-masing pelakunya tidak selalu sama, dan juga tidak bisa dipastikan bahwa semua hajat / keinginan akan dapat terkabul dengan menjalankan suatu bentuk laku prihatin, puasa dan tirakat. Harus disadari bahwa semua bentuk laku adalah dilakukan orang sesuai keyakinannya sendiri, sebagai tambahan dari usaha dan tindakan nyata yang sudah dilakukannya untuk pencapaian tujuannya itu.Semua bentuk laku akan bermanfaat bila dalam menjalankannya didasarkan pada kebutuhan, bukan untuk sekedar menjajal suatu bentuk laku, atau menyandarkan harapan terkabulnya suatu keinginan dengan hanya melakukan suatu bentuk laku prihatin. Tidak bisa suatu bentuk laku kebatinan / prihatin dianggap ampuh sebagai jalan pintas untuk terkabulnya suatu keinginan.

Dalam melaksanakan laku-laku tersebut juga tidak diperlukan doa-doa atau amalan khusus dalam melakukannya. Yang diperlukan hanya doa dari niat batinnya saja, doa permohonan yang tulus agar keinginan-keinginannya dapat tercapai, sebagai sarana fokus pada tujuan.

Pada jaman sekarang yang kehidupan manusia penuh dengan rutinitas dan kesibukan, urusan pekerjaan tetap-lah dijalankan, jangan ditinggalkan hanya karena sedang berpuasa, dan juga tidak perlu melakukan puasa, laku prihatin dan tirakat sambil menyepi atau tapa seperti orang jaman dulu, hanya perlu menghindar dari perilaku dan suasana bersenang-senang dan diisi dengan banyak berdoa. Perlu diketahui bahwa sugesti kebatinan dalam kondisi berprihatin akan jauh lebih kuat dibandingkan pada hari-hari lain saat tidak sedang berprihatin. Karena itu dalam melakukan laku berprihatin itu akan lebih baik jika dilakukan dengan banyak berdoa, tidak mendatangi tempat-tempat keramaian, tidak menonton hiburan atau suasana bersenang-senang yang membuat kita lupa bahwa kita sedang mempunyai hajat.

Laku puasa, prihatin dan tirakat berdasarkan tradisi jawa tersebut akan berbeda dengan laku yang dilakukan oleh orang-orang yang menjalankan laku tertentu dalam rangka memenuhi kewajiban keagamaan atau yang sedang mempelajari suatu bentuk keilmuan gaib / khodam.




  Laku Prihatin dan Tirakat,  Masih Relevankah?


Banyak orang menjalani laku mulai dari puasa, tidak tidur, berendam di sungai, sampai ritual yang aneh-aneh dan tidak masuk logika orang modern, yang semuanya bertujuan supaya apa yang mereka harapkan dan usahakan bisa tercapai.

Jaman sekarang, sikap berpikir masyarakat sudah lebih modern, kehidupan manusia penuh dengan kesibukan dan rutinitas yang menyita banyak waktu dan menuntut manusia untuk tetap fit dan dalam kondisi yang prima. Jika demikian keadaannya, apakah konsep laku prihatin dan tirakat ini masih relevan dan masih perlu dijalankan ?

Jawabannya adalah:  Ya.  

Konsep laku prihatin dan tirakat janganlah dipandang secara dangkal dan sempit. Konsep laku bersifat universal, tetapi mempunyai bentuk yang berbeda sesuai kondisi kebatinan masyarakatnya masing-masing dan dalam menjalankannya harus dilakukan penyesuaian sesuai tempat dan jamannya.

Laku adalah usaha / upaya-upaya.
Prihatin adalah sikap menahan diri, menjauhi perilaku bersenang-senang enak-enakan. 
Tirakat adalah perbuatan-perbuatan tertentu sebagai tambahan, untuk terkabulnya suatu keinginan.

Hakekat dan tujuan dari laku prihatin dan tirakat adalah usaha menjaga agar kehidupan manusia selamat dan 'keberkahan',  agar dihindarkan dari kesulitan dalam segala urusan dan usahanya dan tercapai / terkabul keinginan-keinginannya.  Proses laku mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang agar selalu bersikap positif dan menjauhkan hal-hal yang bersifat negatif dan tidak bijaksana, demi tercapainya tujuan hidup. 

Dalam kehidupan jaman modern ini memang banyak orang yang memaksakan sikap berpikirnya untuk tidak percaya dengan hal-hal yang bersifat mistis. Mereka tidak percaya karena itu adalah kuno, kehidupan masa lalu, dan tidak masuk akal dan banyak orang yang sudah tumpul kepekaan batinnya dan tidak bisa merasakan firasat. Tetapi banyak juga orang yang berpandangan lain, karena hal-hal atau kejadian-kejadian gaibpun masih terjadi hingga hari ini, sehingga masih saja ada orang yang melakukan usaha dengan cara-cara yang berbau mistis dan masih banyak juga yang melakukan perbuatan klenik.

Memang banyak bentuk laku yang dahulu biasa dilakukan orang, sekarang sudah banyak ditinggalkan, karena merepotkan dan tidak sesuai jaman. Kelemahan ritual tradisional dari sudut pandang modern adalah tidak adanya penjelasan yang memuaskan secara logika. Tetapi sesungguhnya laku dan hal-hal yang bersifat tradisional itu tidak sungguh-sungguh ditinggalkan, karena manfaatnya memang bisa dirasakan, termasuk oleh orang jaman sekarang. 

Sebagai gantinya, laku tersebut dilakukan dengan cara yang lebih modern yang sesuai dengan jaman. Banyak orang melakukan penelitian untuk mengkaji hal-hal yang berbau mistis dan tradisional dan menjelaskannya dengan sikap berpikir modern, logis dan analitis. Dan hal-hal yang tidak dapat diselesaikan dengan cara modern, selalu ada laku untuk mencari cara-cara alternatif yang bersifat alami dan tradisional. Sakit-penyakit dan obat-obatan medis pun diusahakan alternatif pengobatannya yang bersifat alami dan tradisional. Ilmu-ilmu yang dahulu untuk kesaktian dan sebagian merupakan ilmu gaib, kini banyak dijadikan bahan pertunjukkan entertainment dan dikomersialkan. 

Berendam atau mandi kembang setaman / kembang tujuh rupa, yang aslinya adalah supaya aura dari kembang-kembang tersebut menyelaraskan aura-aura negatif di dalam tubuh agar menjadi positif, aura tubuh dan wajah menjadi lebih bersih dan lebih bercahaya, membuang kesulitan-kesulitan yang berasal dari aura negatif di dalam tubuh, membantu mempermudah jalan hidup, sekarang, mandi kembang, luluran, dsb, banyak diselenggarakan di spa-spa dan salon kecantikan modern. 

Sesuai hakekat dan tujuannya, maka walaupun jaman sekarang kondisinya sudah sangat berbeda dengan jaman dahulu, tetapi proses laku tetap dilakukan orang, hanya saja bentuk lakunya yang berbeda. Laku prihatin untuk menahan diri, tidak sombong, beribadah, berdoa dan berusaha, tidak malas, menjauhi perbuatan dosa, menjauhi kebiasaan dan etos kerja yang buruk, hidup sederhana (relatif) dan menabung, mensyukuri apa yang dimiliki, menjaga hubungan yang harmonis dengan sesama, dsb, dilakukan oleh hampir semua orang.

Proses laku dan prihatin tetap dilakukan orang, hanya bentuk dan caranya saja yang berbeda, disesuaikan dengan kondisi jaman dan kondisi masyarakat. Yang membuat orang berhasil mencapai tujuannya dengan menjalankan suatu laku adalah bukan semata-mata karena bentuk lakunya, melainkan karena mereka akan tetap menjaga hal-hal yang positif dan menjauhi hal-hal yang bersifat negatif dan tidak bijaksana, sehingga segala sesuatu yang dikerjakan akan terkondisi pada arah yang benar untuk tercapainya tujuan


0 comments:

Posting Komentar